REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) angkat suara mengenai sejumlah daerah yang kembali menyuarakan aturan anti lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Komnas HAM mengingatkan kesamaan hak setiap warga negara di hadapan hukum.
Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menyebut hukum tertinggi di Indonesia yaitu konsitusi negara menegaskan kesamaan hak setiap warga negara. Hal ini diperkuat lagi dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)
"Konstitusi dan UU HAM itu mengatur bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum, dan perlindungan hukum," kata Anis kepada Republika.co.id, Ahad (22/1/2023).
Anis menegaskan berlakunya penghormatan atas HAM yang didasarkan pada prinsip non diskriminasi di Tanah Air. Prinsip ini menurutnya berlaku pada setiap kelompok warga negara tanpa kecuali, termasuk LGBT.
"Dalam semua kebijakan tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan pada kelompok tertentu, jenis kelamin, agama, aliran politik, suku, ras, dan sebagainya. Jadi tidak boleh ada diskriminasi berbasis apapun," ujar Anis.
Anis mengungkapkan kekhawatirannya mengenai wacana aturan anti-LGBT di berbagai daerah. Ia menduga aturan semacam itu apabila disahkan justru berpeluang melanggar HAM di kemudian hari.
"Sehingga mestinya tidak perlu ada aturan-aturan yang dilahirkan yang itu berpotensi mendiskriminasi kelompok tertentu karena itu berpotensi melahirkan pelanggaran HAM," ujar Anis.
Sebelumnya, kian meluasnya kampanye normalisasi tindakan LGBT membuat sejumlah daerah resah. Rancangan peraturan daerah (Raperda) guna menangani hal itu mulai diusulkan.
Salah satunya Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang tengah membahas perda LGBT bersama DPRD Kota Bandung. Kemudian Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto menyatakan dukungannya atas penggodokan Raperda Larangan LGBT oleh DPRD Kota Makassar. Regulasi itu dinilai sebagai bentuk pencegahan dan langkah memproteksi generasi muda dari penyimpangan orientasi seksual.
Sedangkan di Kabupaten Garut, usulan pembentukan raperda anti LGBT difasilitasi oleh DPRD usai menggelar audiensi dengan perwakilim kelompok Muslim setempat beberapa waktu lalu.
Tercatat, salah satu daerah yang sudah menggolkan Perda anti LGBT ialah Kota Bogor lewat Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanggulangan perilaku penyimpangan seksual (P4S). Perda tersebut menggolongkan LGBT sebagai penyimpangan seksual.