REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat media sosial Enda Nasution menilai sudah waktunya literasi digital masuk dalam kurikulum pendidikan karena saat ini muncul fenomena aksi sadisme yang dilakukan oleh anak muda akibat pengaruh kebebasan informasi dunia maya.
"Munculnya fenomena aksi sadisme yang dilakukan oleh anak muda akibat pengaruh kebebasan informasi dunia maya, seharusnya telah menjadi peringatan bahwa sudah waktunya memasukkan subjek literasi digital ke dalam kurikulum pendidikan," kata Enda dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (19/01/2023).
Dia menilai akibat pengaruh media sosial (medsos), sejumlah anak muda mengesampingkan akal sehat dan lalu memilih untuk menjadi pelaku sadisme dan radikalisme.
Menurut dia, aksi impulsive yang dilakukan beberapa remaja beberapa waktu terakhir, sejati nya hanya penampakan kecil dari pengaruh buruk medsos terhadap kehidupan remaja/anak.
"Sudah waktunya literasi digital masuk ke kurikulum pendidikan sesuai kebutuhan. Meski sebenarnya sudah ada inisiatif pendidikan khusus (literasi digital) untuk anak di bawah umur, tapi itu masih sporadis," ujarnya.
Enda mengatakan ada dua pihak utama yang berperan penting dalam upaya mencegah agar kekayaan informasi di dunia maya tidak menjadi bumerang bagi penggunanya dan kelompok anak mampu menjadi pengguna media sosial yang cerdas.
Pertama menurut dia, konten melanggar hukum yang berbahaya sudah seharusnya diblokir pemerintah, dan kedua kontrol sosial seperti orang tua, guru, lingkungan untuk memantau dan mencegah tindak kejahatan.
Selain itu Enda menilai pemerintah bersama tokoh pegiat dunia maya juga perlu melakukan upaya pemantauan pada wilayah atau lokasi rentan terjadinya kejahatan akses dunia maya.
"Pemantauan pada wilayah atau lokasi yang rentan akan terjadi kejahatan dan studi dampak dari akses dunia maya di wilayah itu perlu lebih ditingkatkan," tuturnya.
Dia juga menekankan pentingnya literasi digital bagi anak, yaitu pembekalan pengetahuan terkait informasi positif dan negatif serta konsekuensi dari segi hukum, agama maupun sosial. Langkah itu menurut dia agar anak tidak terjebak pada konten yang merujuk pada tindakan radikal dan brutal.
"Selain akses pada informasi yang ilegal, pendidikan moral, pendidikan agama dan kehadiran pemerintah sebagai otoritas hukum, dan informasi positif atau penyeimbang menjadi penting agar tidak muncul niat/rencana dan tindakan radikal/brutal oleh siapa pun," ujarnya.
Enda yang merupakan Ketua Tim Jabar Saber Hoaks itu mengingatkan bahwa kedepannya tantangan dunia maya akan semakin masif dan berat.
Menurut dia, jutaan anak yang menjadi pengguna dunia maya, tidak akan lepas dari ancaman ideologi dan virus ekstremisme dan kebrutalan yang tidak hanya mengancam pribadi anak, namun juga keberlangsungan bangsa.
"Karena itu perlindungan terhadap pengguna di bawah umur perlu menjadi prioritas karena efek jangka panjangnya," ucapnya.