REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meyakini Pemilu 2024 nanti akan ada tudingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) curang. Mahfud mengatakan, praktik kecurangan dalam proses pemilihan umum (pemilu) sudah ada sejak dulu hingga saat ini.
Namun demikian, kata Mahfud, praktik kecurangan ini ada di level bawah bukan di penyelenggaraan pemilu. "Itu terkait pemilu curang, kecurangan pasti ada tetapi sekarang horizontal tidak vertikal. Saya bicara tanggal 10 Januari 2023 di Universitas Paramadina. Catat ya tahun 2024 pasti ada yang menuding KPU itu curang. beberapa kali pemilu, kasusnya ratusan, padahal curangnya itu di bawah," ujar Mahfud dalam Keynote Spechnya di Sidang Senat Terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-25 Universitas Paramadina, Selasa (10/1/2023).
Mahfud mengatakan, kendati praktik kecurangan pada Pemilu selalu ada, kecurangan pemilu saat ini juga lebih baik dibandingkan era sebelumnya.
"Apakah pemilu tidak curang? Curang! Cuma kalau zaman Orde Baru itu curangnya vertikal yang curang itu pemerintah kepada kontestan pemilu. Kalau sekarang yang curang horizontal, antarpemain, partai politik dengan parpol, anggota parpol menggugat anggota parpol lainnya meski sama-sama satu partai karena ada dicurangi," ujar Mahfud.
Mahfud melanjutkan, begitu juga pemilihan presiden (pilpres) tidak lepas dari kecurangan di tingkat bawah. Namun demikian, kecurangan itu bukan berasal dari pemerintah.
"Pilpres juga ada curang, tapi itu di bawah bukan kontestan bukan pemerintah dan sama-sama curang di bawah," ujarnya.
Mahfud melanjutkan, untuk mengantisipasi kecurangan tersebut, sistem Pemilu saat ini sudah lebih baik. Saat ini, penyelenggaraan Pemilu diawasi pengawas Pemilu, pemantau independen dan unsur lainnya yang diberikan kewenangan melaporkan proses pemungutan suara.
Selain itu, lanjut Mahfud, dibentuk juga pengadilan Pemilu dari berbagai tingkatan dan proses seperti Bawaslu, DKPP dan Mahkamah Konstitusi.
"Ada pengadilan, pengadilan pemilu dulu nggak ada sekarang ada pengadilan pemilu, ada MK ada Bawaslu ada DKPP, semua itu dibentuk dalam rangka memajukan demokrasi," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, dalam proses peradilan pemilu jika terdapat kecurangan, tetapi tidak signifikan, maka tidak akan membatalkan Pemilu. Namun demikian, jenis kecurangannya kata mantan ketua MK ini tetap diproses secara pidana.
"Misalnya curang 10 ribu suara, terbukti, yang satunya lagi curang juga 5.000 suara. Apakah pemilu batal? Ya nggak, kalau menunggu pemilu bersih pemilu tidak akan selesai. Oleh sebab itu yang curang curang itu diselesaikan melalui hukum pidana, hukum tata negara jalannya sejauh kemenangan dan kekalahan itu tidak signifikan," katanya.
"Kemudian apakah 10 ribu ini dibiarkan? Tidak, dituntut pengadilan pidana," ujarnya.
Mahfud juga menceritakan pengalamannya pernah membatalkan 72 anggota DPR terpilih pada Pemilu 1999 saat masih menjabat sebagai ketua MK.
"Waktu saya jadi ketua MK, 72 anggota DPR terpilih dari pusat hingga daerah nyalon Pemilu tahun 1999 saya batalkan karena memang curang tetapi inget curangnya itu antar kontestan yang horizontal, bukan anggota KPU-nya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy'ari merespons berbagai pengaduan atas dugaan pelanggaran etik komisioner KPU yang tengah bergulir. Hasyim mengaku pihaknya tidak terusik sama sekali.
Baginya, memang sudah risiko petugas maupun komisioner KPU menjadi terlapor, teradu, tergugat, maupun termohon. Dia mengatakan, para komisioner yang diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) siap menghadapi persidangan dugaan pelanggaran etik.
Menurutnya, memberikan jawaban dalam forum resmi DKPP merupakan salah satu strategi KPU menghadapi berbagai tudingan pelanggaran maupun dugaan kecurangan yang dilontarkan sejumlah pihak.
"Ada saatnya, katakanlah ada panggilan sidang atau segala macam, kami taat untuk menghadiri sidang-sidang itu," ungkap Hasyim.
Sejauh ini, ada empat pengaduan yang masuk ke DKPP terkait dugaan pelanggaran etik para komisioner KPU RI hingga komisioner KPU daerah. Mulai dari dugaan intimidasi untuk memanipulasi data partai, dugaan tindakan asusila Hasyim terhadap Hasnaeni, dugaan pelanggaran etik terkait administrasi, hingga dugaan manipulasi data demi meloloskan partai tertentu.
Fauziah Mursid