Ahad 08 Jan 2023 21:53 WIB

Akademisi Nilai Sistem Proporsional Tertutup akan Kuatkan Oligarki

"Sistem ini justru berpotensi abuse of power oleh elite partai."

Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Akademisi Universitas Djuanda Aep Saepudin Muhtar menilai, bahwa sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 berpotensi menguatkan oligarki. Diketahui, publik saat ini tengah menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atas UU Pemilu apakah akan tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka atau memutuskan menjadi tertutup.

 

Baca Juga

"Sistem ini justru berpotensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh elite partai," kata pria yang akrab disapa Gus Udin saat menjadi pemateri seminar bertajuk "Transformasi Gerakan Mahasiswa Menuju Keemasan Indonesia Tahun 2045" di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ahad (8/1/2023).

 

Menurutnya, sistem proporsional tertutup juga akan menyebabkan tidak maksimalnya calon legislatif dalam melakukan kerja-kerja elektoral dalam meraup suara pada Pemilu 2024. Ia menilai, sistem proporsional tertutup juga akan melemahkan peran partai politik, karena mesin partai hanya bekerja sendiri tanpa dukungan dari para calon legislatif.

 

"Hal ini tentunya berimbas pada mesin partai yang hanya berjalan sendiri tanpa dorongan dan dukungan dari calon-calon yang memiliki elektabilitas tinggi di masyarakat," ujar Gus Udin dalam seminar yang digagas oleh Aliansi BEM Se-Bogor Barat.

Sementara, Koordinator BEM Se-Bogor Barat, M Aminnullah, menyebutkan bahwa pihaknya menolak sistem proporsional tertutup karena karena dianggap dapat mencederai nilai-nilai demokrasi. "Karena bertentangan dengan pasal 1 ayat 2 tentang kedaulatan serta pasal 22e tentang pemilu," kata Aminnullah yang merupakan Mahasiswa Institut Ummul Quro Al Islami.

Menurutnya, sistem proporsional tertutup dapat merebut kedaulatan rakyat karena tidak dapat menentukan siapa yang pantas untuk dapat duduk di bangku parlementer. Serta dianggap membatasi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kontestasi Pemilu.

 

"Partai adalah fasilitator bukan eksekutor, kami aliansi BEM Bogor Barat akan selalu membuka forum-forum diskusi untuk mencari solusi terbaik untuk sistem apa yang digunakan dalam Pemilu 2024," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, sebanyak enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) mengajukan Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke MK. Permohonan tersebut teregistrasi dengan Nomor Perkara 114/PUU-XX/2022.

 

Apabila gugatan uji materi tersebut dikabulkan MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Di mana, dengan sistem tertutup ini para pemilih hanya disajikan logo partai politik di surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement