REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak delapan partai politik yang berada di parlemen, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyatakan lima sikap penolakan terhadap sistem proporsional tertutup. Dua di antaranya adalah oposisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan alasannya mengapa pihaknya menolak sistem proporsional tertutup. Pertama, jangan sampai ada hak rakyat dalam demokrasi yang dirampas lewat sistem pemilihan umum (pemilu).
"Jika tertutup rakyat tidak bisa memilih wakil rakyatnya, tidak ingin membeli kucing dalam karung. Pada saatnya para pemimpin yang bisa membawa perubahan, terbuka bisa dijalankan sesuai dengan undang-undang yang berlaku hari ini," ujar AHY di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Ahad (8/1/2022).
Selain itu, partai politik juga harus dapat menjaga semangat para kadernya yang berkontestasi dalam pemilihan legislatif (pileg). Sebab, mereka adalah orang-orang yang nantinya menjadi wakil dari masyarakat.
"Tentu kami berharap parpol punya peluang yang adil, jangan sampai mereka yang berjuang rontok karena sistem. Semoga ini bukan hanya perjuangan parpol, tapi elemen masyarakat," ujar AHY.
Adapun Presiden PKS, Ahmad Syaikhu sepakat dengan lima butir kesepakatan yang dihasilkan delapan partai politik parlemen hari ini. Harapannya dengan penolakan tersebut, isu liar penundaan Pemilu 2024 juga hilang.
"Kita berharap para penyelenggara Pemilu, baik KPU, Bawaslu, DKPP agar melaksanakan Pemilu profesional, jujur, adil, agar semua puas," ujar Syaikhu.
Terdapat lima sikap delapan partai politik penolak sistem proporsional tertutup yang dibacakan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Pertama, kedelapan partai menolak sistem proporsional tertutup dan memiliki komitmen untuk menjaga kemajuan demokrasi di Indonesia yang telah dijalankan sejak era reformasi.
Kedua, sistem pemilu dengan proporsional terbuka merupakan pilihan yang tepat dan telah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008. Sistem tersebut sudah dijalankan dalam tiga kali pemilihan umum (pemilu).
Ketiga, delapan partai politik tersebut meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu. Dengan menjaga netralitas dan independensinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, mereka mengapresiasi kepada pemerintah yang telah menganggarkan anggaran Pemilu 2024. KPU didorong agar tetap menjalankan tahapan-tahapan kontestasi sesuai dengan kesepakatan bersama.
"Kelima, kami berkomitmen untuk berkompetisi dalam pemilu 2024 secara sehat dan damai dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap memelihara stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi," ujar Airlangga.