Kamis 05 Jan 2023 19:06 WIB

KPK Tahan Penyuap dan Tetapkan Lukas Enembe Tersangka

KPK menyebut Rijatono diduga serahkan uang kepada Lukas Enembe sekitar Rp 1 miliar.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Wakil ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka mantan Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua) Rijatono Lakka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2023). KPK melakukan penahanan terhadap tersangka Rijatono Lakka karena diduga memberikan suap kepada Gubernur Papua Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar untuk mendapatkan beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Provinsi Papua. Untuk memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap tersangka RL selama 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan keterangan saat konferensi pers penahanan tersangka mantan Direktur PT TBP (Tabi Bangun Papua) Rijatono Lakka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2023). KPK melakukan penahanan terhadap tersangka Rijatono Lakka karena diduga memberikan suap kepada Gubernur Papua Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar untuk mendapatkan beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Provinsi Papua. Untuk memenuhi kebutuhan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap tersangka RL selama 20 hari pertama di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka penyuap Gubernur Papua Lukas Enembe, yakni direktur sekaligus pemegang saham PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka (RL). Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka bersama Lukas dalam kasus dugaan suap sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.

"Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka RL selama 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).

Baca Juga

Penahanan terhadap Rijatono terhitung mulai 5 Januari sampai 24 Januari 2023. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih, Jakarta.

Kasus ini bermula saat Rijatono mendirikan PT Tabi Bangun Papua yang bergerak di bidang konstruksi pada 2016. Sekitar 2019-2021, dia mulai mengikuti berbagai proyek pengadaan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Papua yang saat itu jabatan gubernur Papua diisi oleh Lukas Enembe. Padahal, perusahaan tersebut sama sekali tidak memiliki pengalaman mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, sebelumnya bergerak di bidang farmasi.

Untuk bisa mendapatkan berbagai proyek tersebut, Rijatono diduga melakukan komunikasi, pertemuan, hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan agar harapannya bisa dimenangkan. Salah satu pihak yang ditemui Rijatono adalah Lukas Enembe dan beberapa pejabat di Pemprov Papua.

"Diduga kesepakatan yang disanggupi tersangka RL untuk diberikan yang kemudian diterima tersangka LE (Lukas Enembe) dan beberapa pejabat di Pemprov Papua, yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN," ujar Alex.

Adapun paket proyek yang didapatkan oleh Rijatono, antara lain, paket multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14, 8 miliar, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar, dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12, 9 miliar.

Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.

Atas perbuatannya sebagai pemberi suap, Rijatono Lakka disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara, Lukas Enembe sebagai penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

photo
Ilustrasi Kasus Lukas Enembe di KPK - (republika/mgrol101)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement