Senin 02 Jan 2023 17:57 WIB

Baleg DPR Belum Bisa Bersikap Soal Perppu Cipta Kerja

Wakil Ketua Achmad Baidowi sebut Baleg DPR belum bisa menyikapi Perppu Cipta Kerja.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua Baleg DPR yang juga Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi sebut Baleg DPR belum bisa menyikapi Perppu Cipta Kerja.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Baleg DPR yang juga Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi sebut Baleg DPR belum bisa menyikapi Perppu Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menyebut, DPR hingga saat ini belum secara resmi menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Karenanya, Baleg disebutnya belum bisa bersikap apakah menyetujui atau tidak Perppu tersebut.

"Sejauh ini kita belum bisa bersikap, karena Perppu belum beredar secara luas, dan belum dikirimkan secara resmi kepada DPR," ujar Baidowi kepada wartawan, Senin (2/1/2023).

Baca Juga

DPR saat ini masih menjalani masa reses dan baru membuka masa persidangan baru pada 10 Januari mendatang. Ia berharap, pemerintah segera mengirimkan Perppu Cipta Kerja tersebut setelah DPR membuka masa sidang yang baru.

"Sebagaimana ketentuan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau PPP, bahwa setiap pemerintah mengajukan perppu, maka DPR akan memberikan persetujuan atau penolakannya pada masa sidang berikutnya," ujar Baidowi.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember.

"Kami sudah berkonsultasi dipanggil bapak Presiden dan diminta untuk mengumumkan terkait penetapan pemerintah untuk Perppu tentang Cipta Kerja," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Airlangga menjelaskan, Presiden telah membahas penerbitan Perppu ini bersama Ketua DPR. Penerbitan Perppu Cipta Kerja ini berpedoman pada peraturan perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009.

Salah satu pertimbangan penerbitan Perppu ini, yakni kebutuhan yang mendesak. Pemerintah, kata dia, perlu mempercepat antisipasi kondisi global, baik terkait ekonomi, ancaman resesi global, peningkatan inflasi, serta ancaman stagflasi. Selain itu, lebih dari 30 negara berkembang saat ini juga sudah mengantre di IMF karena kondisi krisis yang dialami.

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement