REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin mengatakan, perubahan sistem proporsional dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 akan berdampak sangat besar. Apalagi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengatakan kemungkinannya Pemilu 2024 berubah menggunakan sistem proporsional tertutup.
"Dampak perubahan sistem proporsional ke arah yg tertutup cukup besar. Bukan saja merubah hal-hal teknis tetapi juga mempengaruhi suasana mental kebatinan dan cara kampanye partai politik," ujar Yanuar lewat keterangannya, Jumat (30/12/2022).
Secara teknis, proporsional tertutup memang lebih memudahkan KPU dalam mempersiapkan Pemilu 2024, khususnya yang berkaitan dengan logistik pemilu. Namun, ada harga yang harus dibayar cukup mahal lewat penerapan sistem tersebut.
Antara lain, konfigurasi internal pencalegan di masing-masing partai politik akan berubah, proses pematangan, pendewasaan, dan kompetisi para caleg menjadi terhenti. Selain itu, perilaku politik para politisi akan berubah menjadi lebih elitis, dan hubungan caleg dengan konstituen akan hancur berantakan.
"Pada sisi lain, harus diingat bahwa sistem proporsional terbuka adalah juga putusan Mahkamah Konstitusi menjelang pemilu 2009. Jika nanti MK mengabulkan gugatan judicial review ke arah proporsional tertutup, hal ini akan menjadi aneh," ujar Yanuar.
"MK berarti punya standar ganda tentang tafsir konstitusi terkait sistem pemilu," sambungnya menegaskan.
Perubahan sistem pemilu, semestinya menjadi domain DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang. Bila MK terlibat lebih jauh soal ini, berarti lembaga tersebut bukan lagi menggunakan pendekatan konstitutif, tetapi malah terjebak dalam pendekatan aktual lapangan.
"Jika suatu sistem pemilu tertentu yang dianut berakibat munculnya hal-hal buruk, seperti pragmatisme, biaya mahal, persaingan tidak sehat antar caleg, menurunnya loyalitas kepada partai dan lain-lain, ini bukan persoalan konstitusionalitas," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.