Jumat 23 Dec 2022 17:04 WIB

Kuasa Hukum: Lin Che Wei tak Punya Wewenang Terbitkan PE CPO

Lin Che Wei menolak untuk dilibatkan dalam proses PE karena mudah difitnah.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Indira Rezkisari
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) bersiap mengikuti sidang lanjutan kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/12/2022). Sidang kasus Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp6,047 triliun dan perekonomian negara sejumlah Rp12,312 triliun itu beragendakan tuntutan kepada lima terdakwa.
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Terdakwa anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (kanan) bersiap mengikuti sidang lanjutan kasus suap minyak goreng di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/12/2022). Sidang kasus Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp6,047 triliun dan perekonomian negara sejumlah Rp12,312 triliun itu beragendakan tuntutan kepada lima terdakwa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum terdakwa kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Lin Che Wei, Maqdir Ismail, membantah dakwaan yang dilayangkan jaksa terhadap kliennya. Maqdir mengeklaim Lin Che Wei tidak mempunyai kewenangan untuk menerbitkan persetujuan ekspor CPO.

Hal ini Maqdir sampaikan usai jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menuntut hakim untuk menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. Dia dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi ekspor CPO.

Baca Juga

"Terdakwa Lin Che Wei tidak punya kewenangnan dan tidak menggunakan kedudukannya sebagai Tim Asistensi Menko Bidang Perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai sebagai pejabat yang mempunyai kewenangan dalam penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) CPO," kata Maqdir, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/12/2022).

Menurut Maqdir, dalam bukti komunikasi melalui pesan WhatsApp (WA) dengan eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana, Lin Che Wei menolak untuk dilibatkan dalam proses PE karena mudah difitnah. Dia melanjutkan, kliennya juga baru diundang secara resmi oleh Mendag saat itu, Muhammad Lutfi, untuk menjadi mitra diskusi tiga hari setelah Kemendag memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pada 11 Januari 2022 lalu.

"Terdakwa Lin Che Wei, tidak pernah mengusulkan perubahan syarat persetujuan ekspor hanya berdasarkan realisasi distribusi DMO," ungkap Maqdir.

"Sementara usulan untuk mengembalikan persyaratan PE dalam Permendag 8/2022 ke peraturan sebelumnya, yaitu Permendag 2/2022, dalam fakta persidangan terbukti berasal dari pelaku usaha. Namun, usulan tersebut tidak pernah diimplementasikan," tambahnya menjelaskan.

Maqdir menjelaskan, Lin Che Wei tidak pernah merancang, mengolah dan membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, sebagai dasar oleh Indrasari dalam penerbitan PE CPO dan turunannya. Dia juga mengeklaim bahwa kliennya tidak pernah mendapatkan fee atau pembayaran terkait dengan bantuan dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng.

"Terdakwa Lin Che Wei tidak punya konflik kepentingan dalam kedudukan sebagai Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang membantu Mendag Muhammad Lutfi," tutur Maqdir.

Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei hukuman delapan tahun penjara. Lin Che Wei dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan produk turunannya.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 8 tahun dikurangi masa tahanan," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2022).

Dia juga dituntut agar dijatuhi hukuman berupa denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan. Lin Che Wei dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement