Senin 19 Dec 2022 18:30 WIB

KPK Tahan Hakim Yustisial Edy Wibowo Terkait Dugaan Suap

Hakim Edy ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Direktur Penindakan Asep Guntur (kiri) dan Jubir KPK Ali Fikri (kanan) saat konferensi pers pengumuman penahanan tersangka Hakim Yustisial Edy Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (19/12/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Direktur Penindakan Asep Guntur (kiri) dan Jubir KPK Ali Fikri (kanan) saat konferensi pers pengumuman penahanan tersangka Hakim Yustisial Edy Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (19/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW). Penahanan ini setelah dia ditetapkan sebagai tersangka baru atas dugaan suap penanganan perkara.

"Untuk kepentingan penyidikan tersangka ditahan selama 20 hari ke depan," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).

Baca Juga

Edy bakal ditahan hingga 7 Januari 2023. Dia akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih.

Dalam kasus ini, Edy diduga menerima uang suap hingga Rp 3,7 miliar secara bertahap. Pemberian uang ini terkait gugatan kasasi yang diajukan oleh Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM) agar tidak dinyatakan pailit.

Kasus tersebut berawal dari gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Negeri Makasar yang diajukan oleh PT Mulya Husada Jaya terhadap Yayasan Rumah Sakit SKM. Majelis hakim kemudian memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. "Salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit," kata Firli.

Dia melanjutkan, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, Ketua Yayasan Rumah Sakit SKM Wahyudi Hardi diduga melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan PNS pada MA, yakni Muhajir Habibie (MH) dan Albasri (AB) sekitar Agustus 2022. Wahyudi meminta Muhajir dan Albasri untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang.

"Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya," kata Firli.

Dia menambahkan, serah terima uang itu diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA. Pemberian uang ini diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan, yakni isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Atas perbuatannya, Edy bersama Muhajir Habibie dan Albasari disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement