Kamis 15 Dec 2022 10:22 WIB

BKKBN: Baru 6 Provinsi dengan Angka Stunting di Bawah 20 Persen

Prevalensi stunting di 22 provinsi masih tergolong tinggi.

Red: Nur Aini
Ilustrasi stunting. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyatakan bahwa baru ada enam provinsi yang prevalensi angka stuntingnya sudah berada di bawah 20 persen.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Ilustrasi stunting. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyatakan bahwa baru ada enam provinsi yang prevalensi angka stuntingnya sudah berada di bawah 20 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyatakan bahwa baru ada enam provinsi yang prevalensi angka stuntingnya sudah berada di bawah 20 persen. "Walaupun angka pastinya masih dalam proses, karena hasil data PK juga belum selesai, tapi setelah pertemuan ini sampai akhir Desember semua angka-angka juga diharapkan bisa selesai. Sehingga benar-benar mempunyai base line capaian indikator di tahun 2022 untuk mengukur tahun berikutnya," katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Dalam Rapat Konsolidasi: Capaian dan Kendala dalam Pelaksanaan Perpres No.72 Tahun 2021 dan RAN Pasti 2021-2024 Lintas Kementerian dan Lembaga di Jakarta pada Selasa (13/12), katanya, BKKBN terus memantau dan mengevaluasi berbagai kegiatan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Baca Juga

Masalah prevalensi stunting secara nasional sendiri merupakan akumulasi dari enam provinsi dengan prevalensi stunting yang tergolong sangat tinggi atau di atas 30 persen. Dari pantauan itu, enam provinsi yang angka stunting-nya di bawah 20 persen adalah Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta dan Bali.

Sayangnya, kata dia, sampai saat ini, prevalensi stunting di 22 provinsi masih tergolong tinggi karena berkisar di antara 20-30 persen. Dengan target 14 persen pada 2024 mendatang, kata dia, dibutuhkan penguatan kerja sama berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat untuk memastikan akses lengkap intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh keluarga berisiko stunting.

Salah satunya yakni diperlukan laporan rutin dari seluruh capaian indikator kunci kegiatan lintas kementerian/lembaga per semester maupun tahunan, seperti yang diamanahkan dalam Perpres nomor 72 tahun 2021 untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting secara nasional. Pihaknya berharap semua itikad baik dalam rapat itu jadi momentum agar dapat menyelesaikan semua indikator kinerja dan definisi operasional, sehingga bisa menjadi referensi terhadap capaian berikutnya.

Ia juga mengaku jika perjalanan BKKBN dalam menurunkan angka stunting selama kurang lebih dari tahun ini, sudah ada pengalaman dan catatan penting yang bisa dijadikan refleksi untuk tim BKKBN dan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). "Kami mohon masukan dari Bapak/Ibu semua dalam pertemuan ini, termasuk kendala yang ditemui di lapangan akan menjadi dasar pembuatan strategi baru, supaya menjadi langkah baru untuk melanjutkan langkah yang sudah ada dan strategi baru agar ada peningkatan di tahun 2023," kata Hasto Wardoyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement