REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengatakan, hingga kini, masih ada tambang batu bara ilegal yang beroperasi. Menurut dia, aparat keamanan pun kemungkinan mengetahui hal ini.
Padahal, Alex mengungkapkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memonitor ekspor impor batu bara melalui sistem Simbara. Namun, hal ini ternyata dinilai belum efektif mencegah keberadaan pertambangan ilegal.
"Ilegal mining (tambang ilegal) masih banyak dan mainnya sangat cantik yang mohon maaf, rasanya tidak mungkin tidak diketahui aparat. Rasanya tidak mungkin," kata Alex dikutip dari kanal YouTube Kemenkeu, Rabu (14/12/2022).
Kecil kemungkinan aparat penegak hukum tidak mengetahui keberadaan tambang ilegal. Sebab, Alex menyebut, menambang batu bara membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Menambang batu bara itu tidak satu hari, tidak satu minggu, satu bulan. Tahunan," ujar dia.
Alex menambahkan, perusahaan tambang resmi atau legal juga diduga turut berperan dalam operasi pertambangan ilegal. Sebab, hasil tambang ilegal bisa mendapatkan sertifikasi dan terdaftar di Simbara. Padahal, proses ini hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Dia menuturkan, hal seperti itulah yang membuat KPK sulit melakukan pemantauan dan menertibkan tambang ilegal. Perusahaan yang punya IUP, punya kawasan, areal dia juga mengambil (batu bara) dari perusahaan ilegal tadi dan enggak ketahuan.
"Semua keluar produknya legal karena yang mengeluarkan perusahaan legal yang dapat hak karena IUP itu," ungkap Alex.
"Yang seperti ini kita tidak bisa melakukan monitoring dengan baik. Semua masuk ke dalam sistem monitoring lewat Simbara, tapi kita belum mampu menertibkan tambang ilegal," katanya lagi.