Jumat 02 Dec 2022 04:20 WIB

GMNI Nilai RKUHP Ancam Demokrasi di Indonesia

GMNI kritik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana

GMNI
Foto: antara
GMNI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengkritik Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diajukan pemerintah. GMNI menilai bahwa RKUHP menjadi alat untuk menghilangkan demokrasi di Indonesia.

Salah satu bagian yang disoroti GMNI adalah pasal tentang Tindak Pidana Ideologi Negara. Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi menilai bahwa logika hukum yang dibangun pemerintah dalam menyusun materi hukum pasal tersebut patut dipertanyakan.

Baca Juga

"Berdasarkan pendapat Jan Remmelink, Hukum Pidana memiliki karakter khas sebagai hukum yang berisikan perintah. Perintah dan larangan tegas memberikan nuansa khas pada hukum pidana," kata Imanuel dalam keterangan, Rabu (1/12).

Dia menyebutkan bahwa pasal 188 ayat (1) dalam RKUHP tentang Tindak Pidana Ideologi Negara justru menimbulkan absurditas dalam kerangka berpikir secara akademik. Dia mengungkapkan, dalam pasal tersebut tidak pernah ada suatu perintah dan larangan yang tegas.

"Lalu apa yang dimaksud dengan 'lain-lain'? Lalu apa yang dimaksud dengan benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila? Hal-hal ini, menimbulkan kekacauan sistematika hukum positif Indonesia karena akan sulit mendakwa dan membuktikan sebuah tuntutan yang sangat abstrak dan bersifat tafsir," katanya.  

Dia mengatakan konsekuensi logis dari adanya pasal tersebut adalah pemahaman teks Pancasila secara sistematis harus bersifat tunggal, pasti, dan mutlak. Artinya, sambung dia, setiap rezim yang berkuasa pasti akan memberi tafsir tunggal terhadap Pancasila. 

Imanuel pun mengungkapkan, secara historis, pengaturan kejahatan ini terkait erat dengan lahirnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Dia mengatakan, artinya dalam RKUHP ini masih kental nuansa otoritarianisme ala Orde Baru.  Menurutnya, RKUHP yang disodorkan pemerintah saat ini isinya justru mengingkari semangat awal revisi KUHP peninggalan kolonial, yang katanya untuk dekolonisasi. 

Namun, pasal demi pasal yang terkandung didalamnya, justru semakin mendegradasi praktik demokrasi di Indonesia karena sarat nuansa otoritarianisme. 

"Pasal 188 tentang Tindak Pidana Ideologi Pancasila, Pasal 218 tentang Kritik Terhadap Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 tentang Kritik Terhadap Pemerintah, pasal 273 tentang demonstrasi, dan masih banyak lagi, semakin menguatkan asumsi bahwa RKUHP ini menjadi instrumen penguatan negara otoritarian yang represif terhadap warga negaranya sendiri, khususnya yang dianggap bertentangan dengan sikap penguasa," tegas Imanuel.

Sebabnya, GMNI menilai kalau RKUHP yang diajukan pemerintah tak bermaslahat untuk rakyat. "Maka, GMNI menilai RKUHP ini hanya alat oligarki untuk 'membunuh' demokrasi rakyat di negeri ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement