Selasa 29 Nov 2022 05:45 WIB

Berkecamuknya Perasaan Hakim Agung Saat Baca Berkas Pembunuhan Perempuan

Ibu meninggal, bapak masuk penjara, maka di pikiran jadi sangat beragam, campur aduk.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Petugas mengevakuasi perempuan korban pembunuhan (ilustrasi).
Foto: Antara
Petugas mengevakuasi perempuan korban pembunuhan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim agung Desnayeti mengungkapkan kegundahan hatinya ketika membaca berkas pembunuhan perempuan yang masuk ke Mahkamah Agung (MA). Salah satunya, dia memikirkan nasib keluarga korban. 

Hal tersebut disampaikan Desnayeti dalam peluncuran pengetahuan femisida yang digelar Komnas Perempuan pada Senin (28/11). Konsep Femisida dikenal sebagai pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau gendernya

"Ketika baca berkas sebelum putusan itu pikiran seorang perempuan melayang jauh ke depan ini pingin tahu anaknya berapa? Apa orangtuanya (korban) masih ada? Apa pekerjaan yang ditinggalkannya?" kata Desnayeti dalam kegiatan yang berlangsung hybrid itu pada Senin (28/11). 

Desnayeti prihatin dalam kasus pembunuhan istri oleh suaminya sendiri. Kasus itu baru-baru ini terjadi di Depok dan Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara. Dalam kondisi semacam itu, anak-anak bakal sangat terdampak baik secara fisik maupun mentalnya. 

"Ibu meninggal, bapak masuk penjara di pikiran kita itu sangat beragam, campur aduk. Itu yang kami pikirkan gimana kalau anak masih kecil, butuh perhatian ibu. Rasa kematian ibu lebih berat bagi anak. Akibatnya luas terhadap anak," ujar Desnayeti. 

Oleh karena itu, Desnayeti menekankan, pentingnya kelengkapan berkas perkara ketika diajukan ke MA. Sebab hal detail seperti data keluarga korban pembunuhan di dalam keluarga menurutnya amat penting guna membantunya menjatuhkan putusan. 

"Saya kecewa ketika periksa perkara tidak lengkap, saya mbau hakim-hakim di tingkat pengadilan negeri agar periksa perkara detail berapa anaknya?, berapa tanggungan ketika dia (perempuan) meninggal karena pembunuhan?" ujar Desnayeti. 

Desnayeti juga meyakini pemberatan hukuman terhadap pembunuhan seorang ibu tidaklah cukup. Pasalnya, kematian ibu meninggalkan dampak signifikan di dalam keluarga. 

"Kami perberat hukuman pelaku, tapi persoalan belum selesai. Bagaimana persoalan keluarga korhan yang ditinggalkan akibat ulah pelaku," ujar Desnayeti. 

Sehingga Desnayeti mendukung hukuman lain terhadap pelaku selain kurungan badan. Menurutnya, para korban sudah seharusnya bisa mengajukan restitusi atau ganti kerugian kepada pelakunya walau ayah kandung. 

"Harus ada jalan keluar, selain pidana bagi pelaku, tapi harus ada restitusi bagi anak-anak korban dan keluarga korban," sebut Desnayeti. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement