Selasa 22 Nov 2022 17:38 WIB

BPJS Kesehatan tak Setuju UU SJSN dan UU BPJS Masuk Omnibus Law

Mekanisme omnibus dikhawatirkan menimbulkan kerancuan dalam pengaturan regulasi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Rapat dengar pendapat tersebut terkait Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan Tahun 2022.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022). Rapat dengar pendapat tersebut terkait Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan Tahun 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ghufron Mukti menjelaskan, penyelenggaraan jaminan kesehatan diatur dalam Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang BPJS. Ia pun tak setuju adanya perubahan dalam dua undang-undang tersebut yang berencana masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang akan menggunakan mekanisme omnibus law.

"Jadi kami melihat bahwa berdasarkan poin-poin tersebut kami melihat dalam pandangan kami sementara, itu belum ada urgensi untuk melakukan perubahan terkait UU SJSN dan UU BPJS mengingat pelaksanaan program jaminan kesehatan selama ini sudah pada arah yang benar," ujar Ghufron dalam rapat pleno dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (22/11/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan, memang ada sejumlah kekurangan dalam dua undang-undang tersebut, namun secara makro, poin-poin besar yang ada dalam UU SJSN dan UU BPJS sudah mengatur dengan baik program sistem jaminan sosial. "Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian program Jaminan Kesehatan yang dicapai selama ini, baik dalam aspek risk pooling, revenue collection, maupun purchasing," ujar Ghufron.

Jika berniat melakukan perubahan terhadap UU SJSN dan UU BPJS, akan lebih tepat masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jaminan Sosial. Bukan dalam revisi UU Kesehatan yang juga akan mencakup undang-undang lainnya di dalam mekanisme omnibus.

Menurutnya, UU SJSN dan UU BPJS merupakan amanat dari konstitusi Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bunyi pasal tersebut, "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan".

Selain itu, jaminan sosial bukan hanya menyangkut jaminan kesehatan, tetapi juga mencakup jaminan ketenagakerjaan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kecelakaan kerja. Serta, jaminan kematian dan jaminan kehilangan pekerjaan.

"Oleh karena itu, apabila perubahan UU SJSN dan UU BPJS dilakukan melalui RUU Kesehatan omnibus law, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerancuan atau kebingungan dalam pengaturan regulasi terkait jaminan sosial beserta implementasinya," ujar Ghufron.

Dalam forum yang sama, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, saat ini terdapat enam masalah kesehatan di Indonesia. Antara lain, kurangnya akses ke layanan primer, kurangnya kapasitas pelayanan rujukan di rumah sakit, dan ketahanan kesehatan yang masih lemah.

"(Selanjutnya) Pembiayaan kesehatan yang masih belum efektif, SDM kesehatan yang masih kurang dan tidak merata, minimnya integrasi teknologi kesehatan dan regulasi inovasi bioteknologi," ujar Dante.

Kemenkes, jelas Dante, terus melakukan transformasi kesehatan sebagai upaya untuk dapat menjawab permasalahan layanan kesehatan di masyarakat. Pihaknya berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Kementerian Kesehatan berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui RUU terkait Kesehatan," ujar Dante.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement