REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Hardy R Hermawan menekankan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) perlu berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menguatkan nilai-nilai Pancasila. Hardy yang juga merupakan tenaga ahli komunikasi Divhumas Mabes Polri dan juga praktisi media ini menyampaikan, BPIP tidak bisa bekerja sendiri dalam menjalankan tugasnya tersebut.
“BPIP memiliki tugas menyebarkan, menguatkan nilai-nilai Pancasila. Bisakah BPIP melakukan ini sendirian? Nggak bisa, sulit. Makanya kita perlu kolaborasi. Jadi memang perlu kolaborasi. Nggak mungkin satu lembaga bisa melakukan tugas sosialisasi sendirian,” ujar Hardy saat mengisi acara ‘Grand Design Kolaborasi Penguatan Nilai-Nilai Pancasila melalui Media Sosial’ di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (18/11/2022) lalu.
Ia mengatakan, BPIP perlu membangun jejaring kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk bekerja sama dengan karang taruna di berbagai daerah. Lebih lanjut, di era teknologi saat ini, Hardy menilai media sosial menjadi platform yang efektif dalam menyampaikan pesan, termasuk menggaungkan nilai Pancasila.
Karena itu, dalam menyampaikan pesannya untuk membumikan nilai Pancasila, BPIP perlu menjalin kolaborasi dengan semua pihak, termasuk influencer dan juga para warganet.
“Kalau melihat apa yang terjadi sekarang, media sosial itu sama sekali tidak bisa diabaikan karena memang tuntutan zamannya seperti itu. Sekarang semua orang terhubung dengan media sosial, semua memakai aplikasi sedikit demi sedikit dan kecepatannya eksponensial, tidak terduga,” jelas dia.
Kendati demikian, Hardy mengingatkan bahwa penggunaan platform media sosial juga harus disesuaikan. Ia pun menekankan perlunya untuk mengenal berbagai karakteristik platform media sosial, sehingga pesan yang disampaikan bisa diterima oleh semua kalangan yang dituju.
Ia mencontohkan, Facebook yang kini lebih banyak digunakan oleh para masyarakat senior, Twitter yang digunakan untuk membangun berbagai opini berbagai topik terhangat, dan lainnya.
“Untuk bisa mengefektifkan media sosial dalam menyampaikan pesan sesuai agenda setting dan framing tadi, maka harus mengenali karakteristik platform media sosial,” kata dia.
Sementara itu, Kasubdit Hubungan Antar Lembaga APH Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kombes Pol Slamet Riyadi mengatakan, BPIP perlu melakukan kolaborasi untuk menanggulangi penyebaran paham-paham radikal. Ia mengatakan, paham-paham radikal ini bisa dengan mudah tersebar melalui media sosial.
“Keberadaan bangsa ini semua berada di generasi muda. Saya cuma ingetin, habis itu mau ke mana kita, kita 10 tahun lagi pensiun. Tapi konsekuensi dari kondisi sekarang, betapa dunia media sosial ini mempengaruhi pola pikir, perilaku, adab, muncul. Dipengaruhi semua,” ujar Slamet dalam paparannya.
Slamet mengatakan, paham radikalisme ini bahkan juga sudah masuk ke lingkungan ASN yang berdinas di berbagai kementerian dan lembaga. Karena itu, menurutnya, BPIP bersama-sama dengan lembaga lain perlu melakukan upaya screening untuk mendeteksi gejala indikasi paham radikal dalam proses seleksi ASN.
Selain itu, BPIP juga perlu berupaya agar bisa menyentuh pola pikir seseorang dan juga membangun jiwa nasionalisme. “Bagaimana BPIP bisa menggandeng teman-teman yang memiliki asesmen terkait tadi, screening ini yang perlu, pintu portal awal bagaimana menyeleksi ASN yang tidak ada tendensi memiliki tadi gejala-gejala indikasi radikal. Menurut kami, ini yang perlu dibangun BPIP dalam rangka mensortir,” jelasnya.