Ahad 13 Nov 2022 08:10 WIB

Kemenag Gelar FGD Bahas Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji

Ada dua alasan mengapa penguatan ini diperlukan.

Rep: zahrotul oktaviani/ Red: Hiru Muhammad
Petugas penyelenggara ibadah haji PPIH Arab Saudi bidang kesehatan terlihat sedang membagikan minuman kepada jamaah haji Indonesia di Mina, Arab Saudi. Hari ini merupakan agenda jamaah haji melempar Jumrah Aqabah, Sabtu (9/7/2022). 
Foto: Republika/Ali Yusuf
Petugas penyelenggara ibadah haji PPIH Arab Saudi bidang kesehatan terlihat sedang membagikan minuman kepada jamaah haji Indonesia di Mina, Arab Saudi. Hari ini merupakan agenda jamaah haji melempar Jumrah Aqabah, Sabtu (9/7/2022). 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) menggelar diskusi kelompok terarah (FGD) dengan tema Penguatan Ekosistem Ekonomi Haji. Dalam agenda tersebut, dibahas pengalaman pelaksanaan haji 2022 dan tantangan ekosistem haji tersebut.

Dirjen PHU Hilman Latief saat membuka acara menceritakan pengalamannya pada Maret 2022, saat meninjau beberapa dapur katering di Arab Saudi bersama jajarannya. Tinjauan ini dilakukan ke dapur yang mempunyai peluang mendapat kontrak dari Kemenag sebagai penyedia katering jemaah haji Indonesia, tujuannya untuk melihat kesiapan dan kapasitas layanan yang dapat diberikan.

Baca Juga

Di lokasi tersebut, pihaknya meninjau gudang berpendingin yang menjadi tempat penyimpanan bahan makanan. Di situ tersedia banyak produk yang biasa digunakan untuk melayani jamaah haji, mulai sayur mayur, daging, bumbu dan lainnya.

“Kita sambil keliling melakukan observasi, ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Sulit sekali membaca tulisan Indonesia. Mulai beras, ada Rojo Lele Thailand, Pandan Wangi Singapura dan Malaysia. Kita hanya kebagian merk nya saja, ” ucap dia dalam keterangan yang didapat Republika, Ahad (13/11/2022).

Ia menyebut satu-satunya produk Indonesia adalah krupuk udang Sidoarjo. Bahkan, Hilman mengaku menemukan satu kemasan makanan dari perusahaan Thailand, yang isi makanannya sangat mirip dengan rendang daging.

Fakta ini, menurut Hilman, menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk menguatkan ekosistem ekonomi haji dan umrah. Setidaknya ia menyebut ada dua alasan mengapa penguatan ini diperlukan.

Pertama, market ekonominya sangat terbuka. Pada tahun 2019, ada satu juta orang yang melaksanakan umrah. Dalam kondisi normal, kuota jamaah haji Indonesia mencapai 200ribu per tahun, yang mana jumlah jamaah haji yang menunggu keberangkatan mencapai 5,2 juta.

“Dalam penyelenggaraan haji dan umrah, jamaah biasanya makannya makanan Indonesia, bumbu Indonesia. Untuk bumbu saja, kebutuhannya mencapai ratusan ton. Ini market yang terbuka,” lanjutnya.

Kedua, haji bukan hanya untuk ritual. Mengutip ayat 27 dan 28 Surat Al-Hajj, Hilman menjelaskan bahwa manfaat haji mencakup spiritual, sosial persaudaraan, dan juga ekonomi (tijarah atau commerce).

“Nampaknya kita belum memberikan perhatian lebih pada pesan liyasyhadu manaafi’a lahum pada ayat ke 28 surat Al-Hajj, utamanya pada aspek ekonomi. Sekarang Thailand, Vietnam, dan China justru sudah bergerak ke arah manfaat eskonomi,” katanya.

Saat ini Indonesia disebut kemungkinan belum memiliki kesadaran akan hal tersebut. Kalau pun sudah ada, belum ada ekosistem yang baik untuk menopang. Karena itu, ia menilai FGD ini penting untuk membahas penguatan ekosistem ekonomi haji.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid menambahkan FGD tersebut bertujuan menghasilkan rumusan rekomendasi. Selanjutnya, akan ditindaklanjuti dalam program aksi untuk mendukung optimalnya ekosistem ekonomi haji Indonesia.

Acara tersebut diikuti sejumlah pihak terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kadin,  Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adesy, Asosiasi Haji dan Umrah, Akademisi, Baznas, serta pelaku UMKM dan Industri Halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement