Jumat 11 Nov 2022 12:28 WIB

Tito Sebut Pembangunan Papua Terlambat karena Telat Gabung Indonesia

Faktor historis jadi alasan pentingnya pemekaran Provinsi Papua.

Rep: Febryan A/ Red: Indira Rezkisari
Mendagri Tito Karnavian meresmikan tiga provinsi baru Papua sekaligus melantik penjabat gubernurnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/11/2022).
Foto: Republika/Febryan. A
Mendagri Tito Karnavian meresmikan tiga provinsi baru Papua sekaligus melantik penjabat gubernurnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, pembangunan di wilayah Papua tertinggal ketimbang daerah lain karena Papua terlambat bergabung dengan negara Indonesia. Papua resmi menjadi bagian Indonesia setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) alias referendum pada tahun 1969.

"Kita juga lihat faktor historis bahwa Papua secara resmi terintegrasi tahun 1969, artinya tidak di tahun 1945. Sehingga karena masuk di belakang, pembangunannya relatif lebih lambat ketimban daerah lain," kata Tito dalam pidato peresmian tiga provinsi baru Papua di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat (11/11/2022).

Baca Juga

Menurut Tito, faktor historis tersebut jadi salah satu alasan dilakukannya pemekaran Provinsi Papua. Alasan lainnya adalah sulitnya melakukan percepatan pembangunan karena wilayah Papua luas. Penduduknya juga tersebar di sejumlah titik yang tak saling terhubung karena kendala geografis.

"Kita tahu luas Papua hampir empat kali luas Pulau Jawa, yang ada 150 juta penduduknya. Sementara di Papua lebih kurang 5 juta penduduk," ujar Tito.

Kendala geografis itu, lanjut dia, juga membuat masyarakat Papua kesulitan mengakses pelayanan publik. Karena itu, masyarakat dan tokoh Papua meminta kepada pemerintah pusat agar Provinsi Papua dimekarkan.

Dalam kesempatan tersebut, Tito meresmikan Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan. "Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa... Lahirnya tiga provinsi baru ini akan dapat mempercepat pembangunan di Papua, meningkatkan kesejahteraan, dan taraf hidup orang asli Papua (OAP)," ujarnya.

Peneliti yang sudah menggeluti isu Papua selama belasan tahun, Profesor Cahyo Pamungkas meragukan kesejahteraan rakyat bakal hadir lewat pembentukan tiga provinsi baru ini. Pasalnya, pembentukan provinsi tersebut tidak didahului dengan peningkatan kualitas SDM Papua.

"Kalau untuk kesejahteraan elite iya, karena akan terbuka peluang seperti jabatan kepala dinas dan anggota DPRD. Tapi untuk masyarakat di tingkat akar rumput, itu masih tanda tanya," ujar peneliti utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu kepada Republika pada Oktober lalu.

Menurut Cahyo, jika memang ingin pemekaran tiga provinsi itu berbuah kesejahteraan rakyat, maka pemerintah setidaknya harus menghindari tiga hal. Pertama, jangan tambah struktur teritorial militer dan personel di tiga provinsi baru itu. Kedua, batasi jumlah masyarakat pendatang ke sana. Ketiga, batasi aktivitas eksploitasi sumber daya alam (SDA).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement