Rabu 09 Nov 2022 17:43 WIB

Ini Langkah Ikatan Apoteker Soal Temuan Etilen Glikol Hingga Puluhan Persen

Ambang batas EG dan DEG untuk konsolven tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K. Lukito (ketiga kiri) menyampaikan keterangan pers di kawasan gudang bahan kimia CV Samudra Chemical, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). BPOM menyita sejumlah barang bukti dari gudang pemasok bahan baku obat sirop CV Samudra Chemical  yang tidak memenuhi syarat  berdasarkan hasil uji 12 sampel Propilen Glikol yang terdeteksi memiliki kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dari persyaratannya sebesar 0,1 persen. Namun dari 12 sampel tersebut terdapat  9 sampel yang memiliki kadar EG dan DEG hingga 52 persen dan beberapa sample lainnya hingga 92 persen. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K. Lukito (ketiga kiri) menyampaikan keterangan pers di kawasan gudang bahan kimia CV Samudra Chemical, Tapos, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). BPOM menyita sejumlah barang bukti dari gudang pemasok bahan baku obat sirop CV Samudra Chemical yang tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil uji 12 sampel Propilen Glikol yang terdeteksi memiliki kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi ambang batas dari persyaratannya sebesar 0,1 persen. Namun dari 12 sampel tersebut terdapat 9 sampel yang memiliki kadar EG dan DEG hingga 52 persen dan beberapa sample lainnya hingga 92 persen. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Noffendri Roestam mengatakan IAI akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait temuan bahan baku propilen glikol yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal hingga puluhan persen. Sesuai aturannya, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

"Bahan baku yang tidak sesuai dengan persyaratan, kami tentu akan meminta informasi lebih lanjut kepada BPOM, artinya kan yang melakukan verifikasi penyelidikan BPOM, titik krusialnya dimana kok bisa menggunakan bahan baku (mengandung cemaran) seperti itu," ujar Noffendri saat Media briefing Update Kasus Gangguan ginjal Akut Progresif Atipikal atau GgGAPA secara daring, Rabu (9/11/2022).

Baca Juga

Noffendri menegaskan, tugas apoteker adalah menjaga kualitas keamanan serta khasiat obat. Karena itu, dia menilai penyelidikan lebih lanjut temuan cemaran dalam bahan baku untuk pelarut obat sirop tersebut. IAI kata dia, sudah mengajukan permohonan untuk bertemu dengan BPOM.

"Kita liat titik krusialnya dimana, apakah di proses pemilihan atau quality kontrol, kami sudah mengajukan permohonan bertemu BPOM untuk mengetahui titik krusialnya dimana," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua IAI Prof Keri Lestari mengatakan, ambang batas EG dan DEG untuk konsolven atau pelarut zat aktif obat tidak boleh lebih dari 0,1 persen.

Karena itu, Keri menyebut temuan cemaran EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol dengan kadar yang besar itu sangat berbahaya sekali.

"Itu kalau sampai 50-90 persen, saya amazing banget, itu bukan lagi cemaran tetapi itu barang kali ada replacement ya, sangat tinggi sekali," ujar Keri.

Dia menjelaskan, cemaran itu biasanya besarannya kecil yakni tidak boleh tinggi dari ambang batas aman 0,1 persen. Namun, kata dia, jika sudah sampai puluhan persen itu sudah lewat dari kategori cemaran dan sangat berbahaya.

"Apalagi kalau sampai puluhan persen seperti itu, pantas kalau anak kecil itu minum itu terjadi masalah," ujar Keri.

IAI mempersoalkan temuan kadar EG dan DEG dalam bahan baku propilen glikol yang sangat besar. Dia mendorong penyelidikan ada kadar EG dan DEG yang sangat besar di industri farmasi. 

"Kenapa ada DEG dan EG sebesar ini di sediaan farmasi berarti ada permasalahan dari bahan baku. itu yang kita liat, karena memang seharusnya sudah terdeteksi sejak bahan baku pula, itu harusnya tidak digunakan dalam kondisi bahan baku dengan DEG dan EG sebesar itu," ujar Keri.

Keri mengatakan, penyelidikan internal IAI dengan rekan apoteker di industri farmasi juga menegaskan pada IAI jika apoteker telah mematuhi regulasi pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Mereka juga menyatakan bahan baku yang dibeli aman untuk farmasi dan tertulis aman untuk farmasi.

"Karena rekan sejawat apoteker yang di lapangan (menyatakan) mereka comply terhadap CPOB di Indonesia mereferensi pada internasional, jadi sisi regulasi SOP sangat terjaga, sehingga kalau ada terjadi seperti ini kalau memang itu awalnya dari bahan baku," ujar Keri.

Selain itu, Keri juga menyebut ada beberapa industri farmasi yang menuntut pabrik pemasok (supplier) bahan baku ke industri farmasi tidak sesuai isinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement