REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan penembakan gas air mata menjadi alasan utama kematian korban dalam tragedi Kanjuruhan, Malang. Penembakan tersebut dilakukan oleh sebagian aparat kepolisian yang berada di dalam stadion.
"Penembakan gas air mata merupakan penyebab utama korban meninggal dunia, luka dan trauma," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers pada Rabu (2/11/2022).
Komnas HAM mengakui karakter dasar gas air mata memang tidak mematikan. Namun dalam kondisi tertentu dapat menjadi penyebab kematian, seperti di tragedi Kanjuruhan dimana massa penonton berdesakan mencari jalan keluar dari kepulan asap gas air mata.
"Dapat dilihat secara langsung sebabkan kematian di pintu 13, asap masuk ke lorong di tengah kepanikan penonton," ujar Anam.
Gas air mata pun disebut Komnas HAM menjadi dalang atas korban luka dan trauma. "Secara tidak langsung sebabkan luka dan trauma karena buat kepanikan dan muncul desakan untuk keluar (stadion) dengan dada sesak, kulit panas," lanjut Anam.
Walau demikian, Komnas HAM tetap mendukung investigasi atas kematian korban Kanjuruhan lewat otopsi. Hal ini guna memastikan penyebab kematian secara ilmiah.
"Secara faktual memungkinkan (meninggal karena gas air mata), tapi harus disandingkan dengan otopsi," ucap Anam.
Selain itu, Komnas HAM menemukan gas air mata kedaluarsa dalam tragedi Kanjuruhan. Namun Komnas HAM belum dapat menyimpulkan efek yang terjadi bila terpapar zat tersebut.
"Terdapat gas air mata kadaluarsa didasari keterangan yang didapat dari laboratorium. Konsekuensinya masih perlu didalami dengan proses ilmiah. Kami tidak mendalami kalau kadaluarsa kondisinya A, B, C, D," ucap Anam.
Diketahui, korban meninggal tragedi Kanjuruhan sudah mencapai 135 orang per Senin (24/10). Sedangkan ratusan korban lainnya mengalami luka-luka.