REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya masih belum melimpahkan berkas perkara kasus peredaran gelap narkoba dengan tersangka Irjen Teddy Minahasa. Saat ini penyidik tengah mengebut proses melengkapi berkas perkara agar bisa segera melakukan pelimpahan kasus narkoba tersebut ke kejaksaan.
"Saat ini yang sedang dikerjakan penyidik adalah pelengkapan berkas perkara untuk kelanjutan tahap satu dan dua terkait dengan tersangka ini ya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, kepada awak media di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (2/11/2022).
Lebih lanjut, kata Zulpan, penyidik Polda Metro Jaya masih memiliki waktu melengkapi kekurangan berkas perkara dengan menggali kembali keterangan dari para tersangka jika dibutuhkan.
Tersangka Teddy sendiri sudah mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya sejak 24 Oktober 2022 lalu dan ditahan selama 20 hari sebelum dilimpahkan. "Kalau tidak salah sekarang hari ke-10 penahanan ini. Jadi penyidik masih memiliki waktu," terang Zulpan.
Pengungkapan kasus peredaran gelap narkoba yang melibatkan polisi berpangkat Irjen ini berawal pengembangan kasus oleh tim dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya yang menangkap sejumlah petugas polisi terkait peredaran narkoba.
Kemudian hasil pengembangan bermuara pada Teddy, pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat. Penyidik Polda Metro Jaya kemudian menetapkan 11 orang sebagai tersangka kasus dugaan peredaran gelap narkoba jenis sabu-sabu, termasuk Teddy Minahasa. Sedangkan 10 orang lainnya adalah HE, AR, Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J, Linda, AW, Arif, AKBP Dody, dan DG.
Dalam kasus ini, AKBP Doddy diduga diperintah Teddy Minahasa untuk mengambil 5 kilogram sabu dari Mapolres Bukittinggi, lalu disimpan oleh tersangka Linda. Sementara itu, Samsul Ma'rif alias Arif, menjadi jembatan penghubung pertemuan antara AKBP Doddy dengan Linda di Jakarta.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 114 ayat 3 sub Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto asal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.