REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea mengatakan, kliennya tidal berminat mengajukan prapreradilan terkait status tersangkanya. Irjen Teddy ditetapkan sebagai tersangka kasus peredaran gelap narkoba bersama beberapa anggota Polri lainnya, pada Jumat (14/10) lalu.
"Enggak (ajukan praperadilan). Kita mengikuti prosedur aja dulu dan kita siap untuk kalau memang ini memenuhi syarat untuk dilimpahkan kita hadapi," ujar Hotman Paris, Rabu (26/10/2022).
Selain itu, Hotman juga menyakini bahwa kliennya bukan pelaku dalam kasus dugaan pengedaran narkoba tersebut. Melainkan korban yang sedang dijebak. Ia menegaskan bahwa pernyataannya tersebut bukan isapan jempol belaka tapi dapat dipertanggungjawabkan melalui bukti-bukti yang telah terkumpul.
"Buktinya sudah makin mengerucut bahwa Teddy Minahasa adalah korban. Seorang Kapolda satu dari 34 kapolda yang karirnya sedang mencuat, saya kasihan banget sama dia," kata Hotman menambahkan.
Bahkan, Hotman juga menegaskan bahwa kliennya tidak pernah melihat dan menyentuh barang bukti narkoba yang dijadikan alat bukti untuk mentersangkakannya. Dalam BAP terbarunya Teddy menyampaikan ada ketidak sesuaian data terkait jumlah beratnya narkoba saat laporan awal ke Kapolda dan rilis barang bukti.
"Seorang pengedar tidak pernah menyimpan bagaimana disebut pengedar? Tidak pernah mengkonsumsi, tidak pernah melihat narkobanya dan dia selama ini tidak pernah menyimpan," tegas Hotman.
Pengungkapan kasus peredaran gelap narkoba yang melibatkan polisi berpangkat Irjen ini berawal pengembangan kasus oleh tim dari Polres Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya yang menangkap sejumlah petugas polisi terkait peredaran narkoba. Kemudian hasil pengembangan bermuara pada Irjen Teddy, pada saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 114 ayat 3 sub Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto asal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara.