REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Junaedi Saibih, penasihat hukum mantan Wakaden B Ropaminal Div Propam Polri AKBP Arif Rachman Arifin, menegaskan bahwa tindakan kliennya melaksanakan perintah atasan yakni eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo sesuai dengan peraturan administrasi.
"Tindakan terdakwa Arif Rachman Arifin yang mendapatkan perintah dari Kadiv Propam saksi Ferdy Sambo telah bersesuaian dengan peraturan administrasi, yaitu Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7/2022," kata Junaedi saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022).
Arif menyebut dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polisi (KEPP) dan Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) disebutkan bahwa setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan atau menentang atasan dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan.
"Sekarang dia sudah melakukan itu semua, itu dianggap sebagai suatu kesalahan? Enggak bisa begitu cara menariknya. Nah, ini yang harusnya ditarik bahwa kalau itu ada dalam proses administrasi maka sanksinya pun administrasi," ujar Junaedi yang dijumpai usai sidang.
Selain Perpol tersebut, Arif juga menjadikan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dasar acuantindakan Arif dalam memenuhi perintah Sambo.
"Pimpinan unit kerja di lingkungan Div Propam Polri wajib: ... e. Menjabarkan dan menindaklanjuti setiap kebijakan pimpinan," sebut Junaedi mengutip Perkap.
Ia pun menyebut eksepsi yang diajukan pihaknya hari ini, ini tidak saja ditujukan untuk kliennya melainkan seluruh pejabat pemerintah pelaksana, baik itu aparatur sipil negara (ASN) maupun anggota Polri.
Menurutnya, yang seharusnya diproses penyidikan ialah aparatur pemerintah penyelenggaranya atau pimpinannya dan bukan aparatur pemerintah pelaksana.
"Jadi jangan sampai ada lagi pejabat pemerintah pelaksana yang dikorbankan oleh pejabat pemerintah penyelenggara, karena dalam undang-undang pelayanan publik, pejabat pemerintah pelaksana itu enggak punya hak, dia cuma punya kewajiban. Kewajibannya apa? Tidak boleh menolak perintah," katanya.
Dalam petitumnya, kuasa hukum Arif meminta majelis hakim yang diketuai Ahmad Suhel untuk membebaskan kliennya dari segala dakwaan, termasuk memulihkan harkat dan martabatnya, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
"Melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan," kata Junaedi.
Sebelumnya, Arif yang merupakan anak buah eks Karo Paminal Div Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan diperintahkan Sambo untuk menghapus salinan rekaman DVR CCTV di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Sambo meminta agar rekaman yang memperlihatkan Brigadir J masih hidup ketika Sambo tiba di Komplek Polri Duren Tiga itu dihapus karena telah ditonton oleh beberapa orang, yakni Arif beserta Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.
Perintah Sambo kepada Arif disampaikan dengan nada tinggi, disaksikan Brigjen Hendra Kurniawan pada 13 Juli. Arif kemudian menemui Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo guna meneruskan perintah Sambo menghapus rekaman CCTV tersebut.
"Saksi Ferdy Sambo mengatakan, 'Berarti kalau ada bocor dari kalian berempat'. Saksi Ferdy Sambo menjelaskan dengan wajah tegang dan marah," kata JPU saat membacakan dakwaan Arif berisi perintah Sambo di PN Jaksel pada Rabu (19/10).
Pada 14 Juli, Baiquni menyampaikan kepada Arif telah menghapus salinan rekaman CCTV di laptop kemudian menyerahkan laptop tersebut untuk disimpan di mobil Arif. Keesokan harinya, Arif dengan sengaja mematahkan laptop tersebut dengan kedua tangannya menjadi beberapa bagian.
"Dengan demikian mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi, lalu masukkan ke 'papper bag' atau kantong warna hijau," kata jaksa.
JPU mendakwa Arif dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.