Selasa 25 Oct 2022 22:27 WIB

Indonesia Resmi Pimpin Konferensi Kepala Perpustakaan Nasional Asia-Oseania

Perpustakaan memiliki peran penting sebagai ruang terbuka bagi masyarakat

Rep: ronggo astungkoro/ Red: Hiru Muhammad
Konferensi Internasional Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Asia dan Oseania atau CDNLAO ke-28 resmi dibuka. Kepala Perpusnas Republik Indonesia (RI) Muhammad Syarif Bando, pada kesempatan itu menerangkan, situasi internasional yang kompleks saat ini menjadi tantangan bagi perpustakaan dalam mengedepankan ide yang didasarkan pada akses yang adil terhadap informasi.
Foto: istimewa
Konferensi Internasional Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Asia dan Oseania atau CDNLAO ke-28 resmi dibuka. Kepala Perpusnas Republik Indonesia (RI) Muhammad Syarif Bando, pada kesempatan itu menerangkan, situasi internasional yang kompleks saat ini menjadi tantangan bagi perpustakaan dalam mengedepankan ide yang didasarkan pada akses yang adil terhadap informasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Konferensi Internasional Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Asia dan Oseania atau CDNLAO ke-28 resmi dibuka. Kepala Perpusnas Republik Indonesia (RI) Muhammad Syarif Bando, pada kesempatan itu menerangkan, situasi internasional yang kompleks saat ini menjadi tantangan bagi perpustakaan dalam mengedepankan ide yang didasarkan pada akses yang adil terhadap informasi.

Syarif Bando menyampaikan, perpustakaan sudah seharusnya terlibat dalam mendukung pembangunan berkelanjutan atau SDG’s. Itu diperlukan untuk mengakhiri kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan melindungi planet melalui pencapaian 17 tujuannya.

Baca Juga

"Perpustakaan dituntut tidak sekadar memberikan layanan saja tetapi juga memperhitungkan dampak dari layanan yang diberikan," ujar Syarif Bando saat membuka kegiatan tersebut di Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Dalam pemulihan ekonomi dalam negeri, perpustakaan memiliki peran penting sebagai ruang terbuka bagi masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup. Untuk itu, Perpusnas RI membangun paradigma perpustakaan yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya perpustakaan dengan proporsi terbesar adalah perpustakaan untuk transfer ilmu pengetahuan.

"Untuk penguatan perpustakaan di Indonesia, Perpusnas telah memiliki program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan perpustakaan," kata dia.

Program itu, kata Syarif Bando, berupaya untuk merevitalisasi fungsi perpustakaan umum berbasis inklusi sosial. Perpustakaan umum direvitalisasi sebagai pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat, yang berkomitmen pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

"Dengan tagline literasi untuk kesejahteraan memiliki arti mewujudkan masyarakat sejahtera dengan memberdayakan perpustakaan umum. Hal ini sangat selaras dengan manifesto perpustakaan umum dalam mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan," terang dia.

Testimoni dari para penerima manfaat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial dirangkum dalam buku bertajuk Impact Stories of Library Transformation Based on Social Inclusion. Usai paparan, Syarif Bando menyerahkan buku tersebut kepada perwakilan negara yang hadir secara luring.

Kegiatan tahunan antarkepala perpustakaan di Asia dan Oseania itu dilakukan dengan tujuan bertukar informasi dan mempromosikan kerja sama untuk pengembangan perpustakaan di Asia dan Oseania. Kegiatan dibuka oleh Kepala Perpusnas RI dan mengusung tema "Library Service Impacts on Community: Sustainability, Inclusion, and Innovation".

CDNLAO ke-28 di Indonesia ini dihadiri Presiden International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA), Vicki McDonald. Dia mengantarkan visi misi IFLA mengenai pengembangan perpustakaan dan kepustakawan ke depan.

Dia menyampaikan visi IFLA adalah mencapai bidang perpustakaan yang kuat dan bersatu, dengan memberdayakan masyarakat yang literat, informatif, dan partisipatif. Dia menegaskan, perpustakaan dan pustakawan memiliki peran untuk mendukung kerja pemerintah.

Dia berkisah menghadiri orasi Profesor Emeritus Peter Coaldrake di Australia. Dalam orasi tersebut, profesor menyampaikan, pemerintah harus memikul beban tantangan terbesar masyarakat. Vicki menyatakan, para perwakilan perpusnas yang ada di seluruh dunia memiliki pekerjaan yang sebagian besar sama.

Pekerjaan itu adalah bertanggung jawab untuk mendokumentasikan sejarah yurisdiksi setiap negara, memberikan layanan referensi dan penelitian, memfasilitasi serta mendorong penelitian baru.

“Sebagai pustakawan dan pemimpin perpustakaan, saya yakin tantangan kita adalah mempertimbangkan bagaimana kita dapat bekerja dengan pemerintah untuk mendukung pekerjaan mereka dalam mengatasi dan menyelesaikan tantangan masyarakat,” kata Vicki.

Lebih lanjut, Vicki menyebutkan, tahun ini IFLA memasuki usia 95 tahun. Hal itu merupakan waktu yang tepat untuk merenungkan pencapaian yang diraih dan mempertimbangkan bagaimana perpustakaan agar diakui keberadaannya. Selain itu, dia mengajak untuk memikirkan kontribusi yang diberikan untuk masyarakat.

Manajer IFLA Regional Asia-Oseania, Lin Lin Soh, menyatakan perpustakaan berperan mendukung Program Keberlanjutan SDG’s. Untuk itu, perpustakaan harus dapat memberikan akses iinformasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat berkembang secara berkelanjutan, baik sosial maupun lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement