Selasa 11 Oct 2022 12:10 WIB

Tokoh Pemuda Papua Bingung Lukas Minta Diadili Pakai Hukum Adat

Sikap Lukas dan keluarga berlit-belit agar bisa lepas dari jeratan hukum di KPK.

Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe bersama istri Yulce Enembe.
Foto: Antara/Indrayadi
Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe bersama istri Yulce Enembe.

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Permintaan keluarga dan kuasa hukum Gubernur Papua, Lukas Enembe kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa kasus korupsi yang menjeratnya di lapangan terbuka dan disaksikan banyak orang, mendapat kritikan. Tokoh pemuda dari Kabupaten Jayapura, Papua, Robert Entong mempertanyakan, apakah Lukas akan dihukum pidana atau adat terkait kasus korupsi.

Menurut dia, Lukas telah menyalahi aturan pemerintah terkait menerima gratifikasi senilai Rp 1 miliar. Sehingga hukum yang digunakan untuk memeriksa Lukas menggunakan aturan berlaku yang ditetapkan pemerintah. Robert malah bingung jika hukuman yang dikenakan kepada Lukas menggunakan hukum adat, seperti diadili di lapangan terbuka.

"Lukas menjadi gubernur Papua karena dipilih rakyat menggunakan hukum pemerintah. Kami tidak pernah pilih dia jadi kepala suku," kata Robert kepada wartawan di Jayapura, Papua, Selasa (11/10/2022).

Robert pun meminta Lukas bersikap ksatria dan mau bertanggung jawab atas semua perbuatannya sesuai hukum yang berlaku. "Periksa di ruangan kan bisa disaksikan oleh masyarakat karena sudah ada media massa dan televisi yang bisa menyiarkan supaya masyarakat bisa melihat," katanya dalam siaran pers.

Robert menganggap, sikap Lukas dan keluarga berlit-belit agar bisa lepas dari jeratan hukum. Dia mendorong Lukas untuk berani membuktikan ke penyidik KPK terkait kasus yang membelitnya. Jika memang tidak terbukti, ia pasti dibebaskan. "Jangan bawa-bawa adat dan menjadikan masyarakat sebagai tempat berlindung dari kesalahan," ujar Robert.

Kepada warga yang masih melindungi Lukas dengan berjaga di kediaman pribadinya di Koya Tengah, Kota Jayapura, Robert mengimbau mereka untuk pulang. "Kumpul-kumpul ratusan orang, bawa panah, bawa kampak, bikin kami masyarakat Jayapura resah. Warga selalu khawatir, tidak bisa kerja dengan tenang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement