REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mantan direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto sama-sama menerima vonis. Ardian menerima vonis yang sudah diberikan hakim dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021.
"Status masih menunggu dari penasihat hukum saya tapi kemungkinan in kracht (keputusan berkekuatan hukum tetap)," kata Ardian saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/10/2022).
"Artinya apakah saudara menerima putusan?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Feby Dwiyandospendy.
"Menurut penasihat hukum saya menerima, sepertinya tidak ada banding dan kasasi," jawab Ardian saat menjadi saksi dalam sidang untuk Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya dalam perkara pemberian suap Rp 3,405 miliar terkait pengurusan pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.
Sebelumnya, Jaksa Feby menyebut JPU KPK telah menerima vonis terhadap Ardian tersebut. "Kami menerima karena pertama, putusan sudah dua per tiga dari tuntutan dan majelis hakim telah mengambil alih pertimbangan dalam tuntutan kami," kata Jaksa Feby.
JPU KPK menuntut Ardian Noervianto dengan pidana 8 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 1,5 miliar.
Pada 28 September 2022, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara penerimaan suap untuk persetujuan dana Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur TA 2021.
Selain itu, Ardiandiwajibkan membayar uang pengganti kepada negara sebesar 131 ribu dolar Singapura (Rp 1,5 miliar) subsider satu tahun penjara.
Menurut majelis hakim, Ardian terbukti melakukan perbuatan berdasarkan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
M Ardian terbukti menerima Rp 1,5 miliar dalam bentuk 131 ribu dolar Singapura dari Andi Merya. Setelah Ardian menerima uang tersebut, ia lalu menerbitkan surat yang ditujukan ke Mendagri, yaitu surat No. 979/6187/Keuda pada 14 September 2021 mengenai Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN) Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.
Namun dana PEN tersebut tidak sempat cair karena Andi Merya terlebih dahulu diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada 21 September 2021 terkait penerimaan suap dana bencana alam yang dikelola BPBD Kolaka Timur.