REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kasus penetapan tersangka Gubernur Papua Lukas Enembe oleh KPK dapat sorotan guru besar ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad dalam diskusi publik Human Studies Institute bertajuk Quo Vadis Penegakan Hukum sebagai instrumen utama pembangunan di Papua, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
"Proses penegakan hukum harus objektif dan independen sehingga kepentingan yang lain tidak terbebani. Begitupun tidak boleh kontra produktif dengan keutuhan dan persatuan Indonesia. Penegakan asas-asas hukum termasuk di Papua, harus dilaksanakan demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya," kata Suparji.
Menurutnya, Gubernur Lukas agar legowo penuhi panggilan KPK dengan taat sebagai warga negara yang baik. "Gubernur Lukas agar legowo penuhi panggilan KPK sebagai bentuk teladan warga negara," jelas Suparji.
Menurutnya, proses penegakan hukum itu harus berjalan secara objektif, independen, profesional dan berintegritas.
"Meskipun kemudian seperti ilusi, seperti imajinasi karena faktanya hukum itu tidak berada dalam ruang hampa . Ada isian-isian politik, isian ekonomi dan kepentingan kepentingan yang lain sehingga independensi dari hukum tadi itu menjadi sesuatu yang masih menjadi keinginan saja," jelas Suparji.
Lebih lanjut Suparji menilai kasus Gubernur Lukas ini agar tidak terjadi kriminalisasi. Karena itu, kriminalisasi tidak boleh terjadi, karena sesuatu yang tidak ada tindak pidana tapi dipidanakan. Tetapi sesuatu yang aktual, sesuatu yang obyektif berdasarkan suatu yang jelas perkaranya dan alat buktinya jelas maka itu bukan sebuah kriminalisasi.
“Sisi ini publik harus clear memandang sesuatu kasus hukum khususnya masalah hukum yang menimpa Gubernur Lukas," jelas Suparji.
Bagi Suparji bahwa pada sisi yang lain adalah kita memiliki asas yang fundamental dalam penegakan hukum.
Dia mengatakan, Azas praduga tak bersalah merupakan hal yang fundamental, dimana orang dianggap tidak bersalah sebelum ada keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
“Namun problemnya, kita ini berada dalam era informasi, era media sosial. Ya kemudian muncul dimana hal bohong bisa menyamar menjadi kebenaran, karena ada sebuah tendensi yang menggerakan emosi dari media sosial," jelas Suparji.
Dia berharap masalah hukum Gubernur Papua dapat independen. "Nah, kalo kita berada dalam era ini, kita kesulitan membedakan mana yang benar mana yang salah. Maka harapannya semua masalah hukum berasal dari hukum yang independen," kata dia.