REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memanggil hakim agung Mahkamah Agung (MA), Sudrajad Dimyati (SD). Dia bakal diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di lingkungan MA.
Selain Sudrajad Dimyati, KPK juga akan memeriksa tiga tersangka lainnya dalam penyidikan kasus yang sama. Ketiganya, yakni PNS MA, Redi (RD); serta dua pihak swasta yaitu debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) dan Heryanto Tanaka (HT).
"KPK mengimbau SD (Sudrajad Dimyati), RD, IDKS dan HT untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan yang segera akan dikirimkan tim penyidik," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022) dini hari.
Meski demikian, Firli tidak merinci waktu pemanggilan terhadap keempat tersangka itu. Mereka dipanggil untuk memberi keterangan lantaran tidak terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.
Adapun KPK telah menetapkan 10 tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yudisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH).
Lalu, dua PNS MA, yaitu Redi (RD) dan Albasri (AB); dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Akibat perbuatannya, Sudrajad dan penerima suap lainnya, yakni DS, ETP, MH, RD dan AB disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan empat tersangka selaku pemberi suap, yaitu HT, YP, ES dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.