Rabu 21 Sep 2022 20:01 WIB

Sidang Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Dijadwalkan Maraton

Sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai dijadwalkan digelar secara maraton.

Ilustrasi pengaduan kasus HAM. Sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai dijadwalkan digelar secara maraton.
Foto: mgrol101
Ilustrasi pengaduan kasus HAM. Sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai dijadwalkan digelar secara maraton.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sidang kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua Barat, pada 8 Desember 2014 yang mendudukkan Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu sebagai terdakwa dijadwalkan digelar secara maraton.

"Karena tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) dari pihak penasihat hukum, maka dilanjutkan ke proses pembuktian. Dari usulan Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan diproses cepat (maraton), dua hari sidang dalamseminggu," kata Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna Sawati di Ruangan Prof Bagir Manan Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/9/2022).

Baca Juga

Ia menyampaikan menurut aturan pelaksanaan persidangan digelar selama 180 hari, namun kini sudah berjalan 99 hari sejak perkara ini didaftarkan pada 15 Juni 2022. Untuk mengefektifkan waktu tersisa 81 hari, maka akan dilaksanakan sidang dua kali dalam sepekan.

"Sidang akan dilanjutkan pada, Rabu 28 September. Kita akan susun lagi dan agendanya pemeriksaan saksi. Ada saya lihat pengelompokan saksi-saksi, nanti disampaikan. Ditargetkan nanti bisa diputus 7 Desember 2022," ucap majelis hakim menerangkan.

Sementara itu, Ketua JPU Erryl Prima Putra Agoes menyampaikan pihaknya telah menyiapkan saksi fakta sebanyak 52 orang. Ada dari TNI, Polri maupun masyarakat setempat. Selanjutnya, saksi ahli akan dihadirkan sebanyak enam orang. Ia meminta majelis hakim mempercepat sidang mengingat waktu sangat terbatas.

Sidang perdana kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua Barat, pada Desember 2014 mengakibatkan 14 orang menjadi korban, empat di antaranya tewas tertembak. Sidang ini mendapat pengawalan dari aparat keamanan serta dipantau langsung Komisi Yudisial (KY) dan organisasi yang peduli di bidang HAM.

Dalam dakwaan JPU, terdakwa kapasitasnya waktu itu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai yang dianggap bertanggung jawab dalam insiden penembakan tersebut.

Ia menguraikan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan pada Senin, 8 Desember 2014, sekitar pukul 11.00 WIT bertempat di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay Kampung Enarotali Distrik Paniai.

Terdakwa sebagai perwira menengah berpangkat tertinggi di Koramil 1705-02/Enarotali kala itu dinilai telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.

Terdakwa diancam pidana dalam dakwaan kesatu Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b JisPasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Termasuk. dakwaan kedua Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b JisPasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement