REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menyebutkan bahasa yang digunakan oleh penutur kepada mitra tutur sepatutnya memenuhi nilai kesantunan karena budaya Indonesia adalah budaya santun.
"Kesantunan saat berbicara juga harus sesuai dengan hati nurani sehingga tidak menimbulkan celah konflik," kata Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Badan Bahasa Kemendikbudristek) Hafidz Muksindalam sebuah seminar yang dikutip dari keterangannya di Bogor, Jawa Barat, Jumat (16/9/2022).
Menurut Hafidz, sebuah kata jangan sampai terucap sebelum dicerna oleh akal. "Sekali kata itu terucap dan menyakiti hati orang lain maka akan membuatnya luka. Itu pentingnya kesantunan yang harus dijaga," katanya.
Saat berbicara di SMAN 1 Bobotsari, Purbalingga, Jawa Tengah, Hafidz menjelaskan bahasa bukan sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, tapi khazanah berbagai refleksi pemikiran, pengetahuan dan nilai-nilai yang dianut penuturnya.
"Komunikasi yang santun diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang tidak menimbulkan konflik, rasa ketersinggungan, dan kemarahan bagi pihak pendengar," katanya.
Menurut dia, kesantunan berbahasa ini penting karena terkait dengan bagaimana menciptakan sumber daya manusia unggul, mulai dari pelajar yang sepanjang hayat memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pada kesempatan tersebut, Hafidz juga mengajak masyarakat, khususnya pelajar, untuk meningkatkan budaya literasi membaca.
"Saya ingin mengajak menerapkan tiga 'ng', yaitu 'ngerti', 'ngrasa', dan 'nglakoni'. Dimulai dari mengerti, memahami, menerima, melakukan dan membiasakan, sebagai tahapan mewujudkan generasi muda yang berkarakter dan budi pekerti luhur," katanya.