Ahad 11 Sep 2022 19:38 WIB

Menakar Ancaman Pidana Mati untuk Ferdy Sambo dalam Hukum Kita

Hukuman mati untuk kejahatan luar biasa masih sangat relevan di Indonesia

Tersangka mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengenakan pakaian tahanan bersama istrinya Putri Chandrawathi. Hukuman mati untuk kejahatan luar biasa masih sangat relevan di Indonesia
Foto:

Oleh : Prof Romli Atmasasmita, Guru ilmu hukum Universitas Padjadjaran

"Dalam hubungannya dengan permohonan a quo, jika menurut Indonesia sebagai negara peserta konvensi langkah-langkah yang lebih keras, dalam hal ini ancaman pidana mati, dipandang diperlukan untuk mencegah dan memberantas kejahatan-kejahatan tadi, maka langkah-langkah demikian bukan hanya tidak bertentangan tetapi justru dibenarkan dan diakui konvensi internasional. Konvensi dimaksud adalah, ICCPR yang menyatakan antara lain: 

1. Every human being has the inherent right to life. This right shall be protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life.

2. In countries which have not abolished the death penalty, sentence of death may be imposed only for the most serious crimes in accordance with the law in force at the time of the commission of the crime and not contrary to the provisions of the present Covenant and to the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. This penalty can only be carried out pursuant to a final judgement rendered by a competent court. Second Optional Protocol to the International Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the abolition of the death penalty  berdasarkan Resolusi Sidang Majelis Umum PBB  No. 44/128 of 15 Desember 1989. 

Resolusi PBB tersebut mengharapkan /mengimbau negara anggota PBB untuk secara evolusioner menghapuskan pidana mati.  

Pengaturan tentang pidana yang lebih maju telah dilakukan pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan RUU KUHP 2019/2020 dimana pidana mati  telah diatur sebagai pidana alternatif bukan lagi menjadi pidana pokok, dalam arti hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun jika: a. terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki; b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana tidak terlalu penting; atau c. ada alasan yang meringankan.  

Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

(5) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung. Ketentuan pidana mati di dalam RUU KUHP telah memadai dari aspek kemanusiaan dan hukum pidana dibandingkan dengan KUHP(1946) yang kini berlaku.  

Baca juga: Mualaf Maryum, Masuk Islam Setelah Empat Kali Baca Alquran

Berdasarkan uraian perkembangan pengaturan tentang pidana mati di atas tampak jelas asas kepatutan dan alasan kemanusiaan telah berkembang sedemikian rupa sekalipun sikap pemerintah RI masih tetap retentionis bersyarat.  

 

Penerapan pidana mati dalam hal tindak pidana khusus dan bersifat serius dan merupakan ancaman serta bahaya yang bersifat massal menghancurkan kehidupan bangsa dan negara  dilakukan oleh suatu organisasi kejahatan bersifat transnasional merupakan standar kepatutan dan perikemanusiaan yang layak dipertahankannya pidana mati.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement