Selasa 23 Apr 2024 21:47 WIB

Memperkuat Ekosistem Zakat Agar Manfaatnya Lebih Dahsyat untuk Umat

Kecenderungannya zakat akan semakin kuat sebagai pilar kekuatan umat.

Zakat / fidyah ( ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Zakat / fidyah ( ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi, Kepala Humas BMH Pusat

Zakat secara spesifik bisa kita pandang sebagai pilar kekuatan umat dan bangsa. Hal itu tak perlu lagi pembuktian melalui riset, sejarah dan pengalaman bangsa Indonesia memberikan bukti akan hal tersebut. Apalagi kecenderungannya zakat akan semakin kuat sebagai pilar kekuatan umat.

Terlebih kalau melihat angka potensi zakat yang mencapai Rp 300-an triliun. IDEAS dalam rilis terbaru menyebutkan prediksi potensi zakat fitrah 2024 mencapai Rp 5,3 triliun.

Data tersebut menunjukkan potensi zakat yang sangat besar di Indonesia, dengan angka mencapai ratusan triliun rupiah dan prediksi potensi zakat fitrah tahun 2024 sebesar Rp 5,3 triliun. Ini menunjukkan peranan penting zakat dalam meningkatkan kesejahteraan umat dan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan sosial-ekonomi di Indonesia.

Sisi yang penting kita beri perhatian adalah bagaimana zakat di Indonesia menjadi ekosistem yang tangguh. Ekosistem karena memang zakat tidak berdiri sendiri.

Zakat setidaknya melibatkan tiga faktor utama, muzakki, lembaga amil zakat dan mustahik itu sendiri. Persoalannya sudah bisa kita petakan dengan mudah. Pertama bagaimana muzakki percaya kepada lembaga amil zakat. Kemudian, bagaimana lembaga amil zakat dapat mengangkat persoalan mustahik, terutama dari sisi ketersediaan bahan pokok, pemberdayaan, kesehatan, hingga pendidikan.

Merujuk kepada potret zakat yang ideal di Indonesia, pemerintah sudah hadir dengan regulasi yang ada. Namun, perhatian terhadap zakat tidak cukup hanya pada sisi profesionalitas amil zakat di setiap lembaga, tetapi juga ruhiyah dari amil itu sendiri. Alasannya pengaruh mindset industrialisasi begitu kuat menguasai pola pikir sebagian besar orang. Sedangkan zakat bukan sebuah sarana yang peruntukannya untuk kepentingan bisnis, tetapi maslahat dari umat itu sendiri.

Pada sisi yang lain, mustahik juga tidak cukup hanya mendapat bantuan demi bantuan secara berkelanjutan tanpa ada progres perubahan dalam hal mentalitas, daya juang, dan kemandirian. Baik secara mental, ruhiyah, maupun ekonomi. Lembaga amil zakat juga harus berpikir keras bagaimana mustahik ketika menerima bantuan tidak menjadi orang yang mentalnya senang menerima, enggan memberi, apalagi tergantung dengan pemberian.

Jadi pada lingkaran muzakki, lembga amil zakat dan mustahik saja sudah terlihat apa yang harus kita perkuat bagi tumbuh kembangnya ekosistem zakat, sehingga zakat semakin hari semakin memberi bukti sebagai pilar kekuatan umat dan bangsa, baik dalam skala pembangunan manusia maupun sarana dan prasarana penunjang kemajuan sosial kemasyarakatan.

Orkestrasi Gerakan Zakat

Satu sisi yang boleh kita sebut kosong adalah orkestrasi zakat itu sendiri. Siapa yang bertindak sebagai pendayagunaan zakat yang berorkestrasi, menghasilkan irama dan nada yang harmoni untuk kemajuan umat. Sejauh ini Baznas bisa memainkan peran tersebut. Akan tetapi kebutuhan Baznas untuk juga aktif dalam penghimpunan, membuat iklim dunia zakat masih belum memiliki pemimpin yang mampu melakukan orkestrasi gerakan zakat di Indonesia secara lebih harmonis.

Kementerian Agama mungkin bisa memainkan peran-peran tersebut. Hanya saja memang perlu semacam lembaga yang isinya adalah perwakilan dari segenap pimpinan lembaga amil zakat nasional, Baznas dan Kemenag secara formal dan kultural yang digulirkan secara berkelanjutan guna menemukan satu pola pendayagunaan yang lebih progresif.

Festival Ramadhan yang digagas oleh Kemenag saat Ramadhan 1445 H bisa menjadi sebuah pemantik untuk lebih menghadirkan gerakan zakat yang orkestratif. Kemenag dapat memainkan peran ini secara strategis, sebagai pihak pemerintah yang mengayomi seluruh gerakan amil zakat di Tanah Air.

Target dari adanya orkestrasi gerakan zakat untuk memberika bukti kepada bangsa bahkan dunia betapa pendayagunaan zakat yang harmonis benar-benar menjawab masalah. Saat zakat dikorelasikan dengan pembangunan berkelanjutan (SDGs), maka secara empiris orang dengan mudah dapat melihat buktinya secara langsung. Jika itu terjadi maka upaya meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya zakat tidak lagi melalui forum sosialisasi teoritis, tetapi lebih kepada bukti dan data nyata.

Oleh karena itu, hampir semua pihak rasanya sepakat bahwa kerjasama gerakan zakat swasta, Baznas dengan pemerintah dalam program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, agar distribusi zakat dapat lebih terarah dan bermanfaat adalah kebutuhan mendasar.

Penguatan

Sembari hal itu menjadi agenda strategis jangka menengah dan panjang, lembaga amil zakat bagaimanapun tetap berkebutuhan untuk mendorong profesionalisme dan akuntabilitasnya. Karena itu langkah lembaga-lembaga zakat melalui sertifikasi dan pelatihan amil patut pemerintah apresiasi, dorong bahkan fasilitasi secara gratis. Sebab hal tersebut terkait dengan kebutuhan negara merealiasaikan angka potensi zakat yang ratusan triliun itu.

Hal yang juga mendesak adalah hadirnya inovasi dalam program dan pemanfaatan zakat. Artinya gerakan zakat sangat berhajat untuk mengembangkan program-program inovatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Pada sisi yang lain, juga sangat membutuhkan rekayasa progresif dalam memanfaatkan zakat untuk proyek-proyek pengembangan masyarakat yang berkelanjutan dan memiliki dampak jangka panjang.

Apabila langkah-langkah ini jadi komitmen semua pihak yang terorkestrasi dan diimplementasikan secara efektif, niscaya zakat tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan umat tetapi juga akan menguatkan peran zakat sebagai pilar pembangunan sosial-ekonomi di Indonesia.

Dan, apakah itu sulit? Sepertinya hilal ke arah tersebut telah muncul. Dalam beberapa kali kesempatan bertemu dengan Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Waryono Abdul Ghafur penulis menemukan indikasi kuat itu.

Kalimat Prof Waryono, "Setelah saya mempelajari profil lembaga pengelola zakat, ternyata memiliki program yang sama yaitu pengembangan kualitas kemanusiaan. Karena itu, saya ingin seluruh lembaga pengelola zakat bekerja bersama pemerintah agar dampak dari hasil pengumpulan zakat dapat dirasakan lebih besar oleh masyarakat." Jadi sudah saatnya seluruh pegiat zakat bersatu untuk pelipatgandaan manfaat zakat secara terstruktur, sistematis dan massif.

Langkah itu juga relevan dengan masukan dari MUI untuk Kemenag yang dalam hal ini penting sekali memiliki peta jalan atau roadmap pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi, demi proses distribusi dana zakat yang lebih tepat sasaran dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Dengan demikian membangun ekosistem zakat memang penting, sekalipun memakan waktu karena butuh untuk berproses dan bertumbuh. Tapi kalau segera kita memulainya, insha Allah segera pula kita menuainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement