Sabtu 10 Sep 2022 16:19 WIB

Safenet: Kebocoran Data di Indonesia Terburuk di Asia

1,3 miliar data registrasi kartu SIM masyarakat Indonesia bocor oleh hacker

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Nur Aini
Seorang karyawan memeriksa kebocoran data ilustrasi. Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menilai, kebocoran data yang terjadi di Indonesia sudah dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Seorang karyawan memeriksa kebocoran data ilustrasi. Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menilai, kebocoran data yang terjadi di Indonesia sudah dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) menilai, kebocoran data yang terjadi di Indonesia sudah dalam tahap sangat mengkhawatirkan. Hal itu terbukti dari bocornya 1,3 miliar data registrasi kartu SIM (Subscriber Identity Module) masyarakat Indonesia diunggah dalam forum situs breached.to oleh peretas atau hacker bernama Bjorka.

"Ini bukan hanya darurat, tetapi menurut saya yang terburuk di Asia. Bahkan bisa jadi di dunia," ujar Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (10/9/2022).

Baca Juga

Kasus kebocoran data tersebut semakin diperparah dengan sikap pemerintah yang seakan saling lempar tanggung jawab. Padahal, kasus tersebut bukan yang pertama kali menimpa masyarakat Indonesia.

"Ini menjadi wajar kalau sebagian warga marah dan saya rasa kita semua di sini geram. Karena ini bukan kebocoran (data) yang pertama, tahun ini saja ada tujuh kebocoran," ujar Damar.

Sepanjang 2022, Indonesia sudah mengalami setidaknya tujuh kasus kebocoran data yang besar. Pertama, kasus kebocoran data dan dokumen milik Bank Indonesia pada Januari tahun ini. Kedua, kasus kebocoran data pasien di banyak rumah sakit di Indonesia. Data yang bocor berupa identitas, tempat dirawat, hasil tes Covid-19, hingga hasil pemindaian X-Ray.

Selanjutnya, data para pelamar kerja di PT Pertamina Training and Consulting (PTC). Keempat adalah data dari 21 ribu perusahaan di Indonesia, yang terdiri dari laporan keuangan, surat pemberitahuan tahunan (SPT), hingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kasus kelima, dijualnya data milik 17 juta pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) di situs breached.to. Selanjutnya adalah bocornya data riwayat penjelajahan milik 26,7 juta data pengguna IndiHome.

Terakhir adalah peretas bernama Bjorka yang mengeklaim memiliki 1,3 miliar data registrasi kartu SIM. Di dalamnya terdapat Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor telepon, nama penyedia layanan, dan tanggal pendaftaran.

"Yang tanggung jawab itu harusnya Kemenkominfo, operator, dan Dukcapil tetapi saya melihat ada lempar tanggung jawab dari mereka. Jadi saya kira kemarahan publik ini wajar karena memang tidak ada yang betul-betul serius menanganinya," ujar Damar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement