Rabu 07 Sep 2022 16:29 WIB

Pengamat: Konflik PPP, Buat Kesolidan KIB Diuji

Banyak kalangan kini menanti kelanjutan KIB dalam menghadapi momentum Pemilu 2024.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PPP Suharso Monoarfa.
Foto: Istimewa
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PPP Suharso Monoarfa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengganti ketua umumnya, Suharso Monoarfa dengan Muhammad Mardiono, bisa menjadi ujian bagi kesolidan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Karena nasib koalisi ini memang dipertaruhkan hanya dari tiga partai yakni Golkar, PPP dan PAN.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro mengatakan, belum selesai drama efek Mukernas PAN yang menelurkan 9 nama Capres, kini anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) lainnya, yakni PPP tengah menghadapi konflik internal. Tak ayal banyak kalangan kini menanti kelanjutan KIB dalam menghadapi momentum Pemilu 2024.

"Apalagi kini di saat PDI Perjuangan bersama Puan, mulai bersafari politik, kemudian bertemu Gerindra dan Nasdem. Sedangkan Gerindra-PKB yang telah merajut Koalisi Indonesia Raya (KIR), dan Nasdem intensif menggalang Poros Gondangdia bersama Demokrat-PKS," kata Agung dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Walaupun, diakui dia, belum resmi terbentuk sebagai koalisi pra pilpres sebagaimana KIR. Namun pasang-surut situasi KIB ini, menurut dia, baru dimulai, ketika hasil rekomendasi Mukernas PAN memunculkan banyak nama yang mengarah ke capres. Di satu sisi PAN ingin menjaga partai agar tetap strategis.

Baik secara internal di KIB maupun di luar KIB, ada nama-nama yang ditimbang akan dimunculkan seperti Anies dan Ganjar, yang juga mengemuka di Nasdem dan PKS. Sementara dalam konteks PPP, kini muncul dua ketua umum dengan struktur kepengurusan yang sama, yakni Suharso Monoarfa dan Muhammad Mardiono.

"Dalam konteks seperti ini kesolidan KIB dalam Pemilu khususnya Pilpres 2024 sangat penting, menimbang ada syarat mutlak presidential threshold yang harus dipenuhi. Karena bila tidak, maka KIB akan bubar dengan sendirinya karena kurangnya kursi/suara atau anggota KIB akhirnya hanya sekedar jadi pelengkap koalisi," imbuhnya.

Dikhawatirkan ketika KIB bubar saat PDIP berhasil meretas koalisi baru, KIR solid, dan Poros Gondangdia terbentuk. Di titik inilah Golkar sebagai poros KIB harus bergerak cepat untuk merespon keadaan yang terjadi agar koalisi tetap terjaga.

Pertama, Agung harus mengusulkan, agar Golkar segera memformulasikan sembilan nama hasil Mukernas PAN, sehingga tak mengambang. Jangan sampai justru membuat PAN malah berlabuh ke koalisi lain atau membentuk koalisi baru bersama partai lain.

Kedua, lanjut dia, Golkar perlu menjalin komunikasi intensif dengan kedua ketua umum PPP, baik Suharso Monoarfa maupun Muhammad Mardiono, agar keanggotaan PPP di KIB tetap langgeng. "Karena bila Golkar hanya pasif, maka hal ini bisa semakin beresiko bagi KIB soal ketercukupan memenuhi presidential threshold," terangnya.

Ketiga, lanjut dia, Golkar perlu menjajaki peluang koalisi ke PDIP, PKS, dan Demokrat yang memang belum secara resmi mengusulkan nama capres-cawapres. Hal ini untuk memastikan KIB tetap memiliki kans maju ke arena Pilpres saat kebuntuan atas sembilan nama hasil Mukernas PAN terjadi dan pusaran konflik PPP berlarut-larut.

"Soliditas KIB di fase ini sesungguhnya selain penting secara ekstenal untuk menghadirkan banyak poros, juga demi mencegah polarisasi kembali terjadi sebagaimana dua pemilu sebelumnya," imbuh Agung.

Karena itu, menurut dia Golkar harus menjaga posisi tawar anggota-anggotanya. Di sisi ini Golkar malah dalam jangka pendek perlu menjaga soliditas internal, karena memberi kepastian Airlangga maju dalam pencapresan semakin membesar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement