REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono mengaku hingga saat ini belum menerima surat pengunduran diri anggota Dewan Pertimbangan Presiden Muhammad Mardiono. Diketahui, Mardiono terpilih sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam mukernas yang digelar di Serang, Banten.
“Belum, ya nanti sesuai aturan,” kata Heru di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Berdasarkan Pasal 12, UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden, disebutkan bahwa anggota Dewan Pertimbangan Presiden tidak boleh merangkap jabatan. Baik sebagai pejabat negara, pejabat struktural di instansi pemerintah, pejabat lain, pimpinan partai politik, pimpinan organisasi kemasyarakatan, pimpinan lembaga swadaya masyarakat, pimpinan yayasan, pimpinan BUMN atau badan usaha milik swasta, pimpinan organisasi profesi, dan pejabat struktural pada perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Heru memastikan pemberhentian Mardiono akan diproses sesuai aturannya. “Ya kalau sesuai aturan nanti kan ada Pak Seskab, ada Pak Mensesneg, sesuai aturan ya diproses,” ujar Heru.
Sebelumnya, anggota Wantimpres yang juga Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Mardiono ditunjuk sebagai Plt Ketua Umum PPP. Penunjukan ini berdasarkan hasil musyawarah kerja nasional oleh tiga majelis PPP yang digelar di Banten. Dalam musyawarah itu juga dikeluarkan fatwa yang memberhentikan Suharso Monoarfa sebagai ketua umum PPP.
“Pimpinan Majelis Syariah, pimpinan Majelis Kehormatan, pimpinan Majelis Pertimbangan, pimpinan dan lembaga DPP PPP, Banom, dan pimpinan wilayah dari 29 Provinsi menghasilkan ketetapan memberhentikan saudara Suharso Monoarfa dan mengukuhkan saudara H. Muhammad Mardiono sebagai Plt Ketua Umum DPP PPP sisa masa bakti 2020-2025,” ujar Wakil Sekretaris Majelis Pertimbangan PPP, Usman M Tokan, Senin (5/9/2022).
Ia menjelaskan, Majelis Syariah PPP, Majelis Pertimbangan PPP, dan Majelis Kehormatan PPP telah tiga kali melayangkan surat permintaan agar Suharso mundur dari kursi ketua umum. Surat permintaan tersebut merupakan imbas dari sorotan dan kegaduhan yang dibuat oleh Suharso, yang berimplikasi kepada eksistensi partai.