Jumat 02 Sep 2022 15:04 WIB

Kesimpulan Komnas HAM di Kasus Sambo Dinilai Bisa Jadi 'Bom Waktu'

Kesimpulan Komnas HAM soal dugaan kekerasan seksual dinilai bisa jadi beban penyidik.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua kiri) menyerahkan berkas Hasil Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penembakan Brigadir J kepada Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (kedua kanan) disaksikan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022). Polri menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kedua kiri) menyerahkan berkas Hasil Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penembakan Brigadir J kepada Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto (kedua kanan) disaksikan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kiri) dan Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9/2022). Polri menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Kamis (1/9/2022) mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi menjadi latar atau motif pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Kesimpulan Komnas HAM atas penyelidikannya di kasus ini pun menuai kritik. 

Baca Juga

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, meyakini kesimpulan itu justru menjadi beban bagi penyidik yang berwenang dalam kasus tersebut. Ihwal dugaan seksual terhadap Putri yang disimpulkan Komnas HAM, sebelumnya sudah pernah disetop penyelidikannya oleh Bareskrim Polri.

"Rekomendasi Komnas HAM itu memberi bom waktu bagi penyidik," kata Bambang kepada Republika, Jumat (2/9/2022). 

Bambang menjelaskan, rekomendasi Komnas HAM sifatnya masukan kepada Polri. Sehingga, poin-poin dalam rekomendasi Komnas HAM bisa dipakai atau tidak tergantung pada penyidik. 

"Karena penyidik memiliki kewenangan menyajikan bukti-bukti dalam berkas acara pemeriksaan," ujar Bambang. 

Walau demikian, kesimpulan dan rekomendasi Komnas HAM berpeluang menjadi beban penyidik di ruang publik. Kondisi ini, menurut Bambang juga malah membingungkan bagi masyarakat. 

"Problemnya, dengan pernyataan Komnas HAM ada dugaan pelecehan seksual di Magelang itu mengakibatkan munculnya dualisme yang memengaruhi persepsi publik pada penuntasan kasus ini," ucap Bambang. 

Di sisi lain, Bambang sepakat dengan kesimpulan Komnas HAM soal pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) dalam kasus Brigadir J. Sehingga, mereka yang terlibat pantas diganjar hukuman. 

"Faktanya memang pembunuhan itu dilakukan di luar perintah pengadilan oleh personel penegak hukum kita," sebut Bambang. 

Diketahui dalam perkara ini, Putri dan suaminya Ferdy Sambo menjadi tersangka. Selain mereka, ada dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J. Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM.

Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. 

 

Baca juga : Soal Tersangka Obstruction of Justice, Pengamat: Polri Harus Diapresiasi

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement