Rabu 24 Aug 2022 03:16 WIB

Kemenkes: Kita Suruh Orang Berhenti, tapi Kita Tetap Sediakan Minuman Berpemanis 

Kemudahan mendapatkan membuat imbauan mengurangi minuman berpemanis tidak efektif.

Ilustrasi. Kemudahan mendapatkan produk minuman berpemanis dalam kemasan membuat imbauan untuk mengurangi konsumsi minuman tersebut menjadi tidak efektif.
Foto: Pixabay
Ilustrasi. Kemudahan mendapatkan produk minuman berpemanis dalam kemasan membuat imbauan untuk mengurangi konsumsi minuman tersebut menjadi tidak efektif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Elvieda Sariwati mengatakan, kemudahan mendapatkan produk minuman berpemanis dalam kemasan membuat imbauan untuk mengurangi konsumsi minuman tersebut menjadi tidak efektif. Karena itu, Kemenkes mendorong pemberlakuan cukai terhadap produk pangan berisiko tinggi terhadap kesehatan.

"Kita menyuruh orang berhenti, tapi kita tetap kasih, kita tetap sediakan (minuman berpemanis)," kata Elvieda dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga

Dia menambahkan, Kemenkes bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang menyusun Peraturan Pemerintah untuk memberlakukan cukai terhadap MBDK. Elvieda mengatakan, murahnya harga produk tersebut menyebabkan semua orang bisa dengan mudah membelinya.

"Menarik perhatian dan juga bisa dijangkau dengan harga yang murah, bisa dijangkau oleh masyarakat mulai dari yang (lapisan) bawah sampai yang atas," katanya.

Dia meminta dukungan dari semua pihak dalam upaya mempercepat diterbitkannya regulasi terkait produk minuman berpemanis dalam kemasan ini. "Memang kita target dari Kementerian Keuangan adalah tahun ini regulasinya selesai dan paling lambat tahun depan itu sudah diterapkan," katanya.

Dia menambahkan, 61,27 persen penduduk berusia di atas tiga tahun memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari. Kemenkes juga mendorong ketersediaan makanan dan minuman dengan gula, garam, lemak (GGL) rendah di lingkungan sekolah dan tempat kerja.

Revitalisasi UKS

Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berupaya merevitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) melalui kampanye Sekolah Sehat. "Mari bergotong royong untuk merevitalisasi UKS melalui kampanye Sekolah Sehat dalam mewujudkan anak Indonesia yang sehat, kuat, dan cerdas berkarakter," kataMenteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan TeknologiNadiemAnwarMakarimsebagaimana dikutip dalam siaran pers kementerian di Jakarta, Selasa.

"Kami percaya bahwa syarat utama anak-anak bisa belajar dengan optimal, apalagi dengan merdeka, adalah kesehatan dan kecukupan gizi," katanya.

Ia menjelaskan bahwa kampanye Sekolah Sehat meliputi kampanye sehat bergizi, sehat fisik, dan sehat imunisasi. Kampanye pemenuhan kebutuhan gizi meliputi edukasi mengenaigizi seimbang melalui "Isi Piringku" dengan pembiasaan makan dan minum dengan gizi seimbang; menghindari atau meminimalkankonsumsi makanan cepat saji, makanan/minuman yang berpemanis, berpengawet, kurang serat, tinggi gula, tinggi garam, dan tinggi lemak; sertakantin sehat.

Upaya untuk mewujudkan sehat fisik meliputi pembiasaanmelaksanakan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) seminggu sekali; melakukan gerakan peregangan saat pergantian jam pelajaran; optimalisasi lompat, lari, lempar, dan loncat (4L) melalui kegiatan permainan rakyat dan olahraga tradisional pada jam istirahat; optimalisasi kegiatanin trakurikuler dan ekstrakurikuler olahraga; serta pembiasaan jalan kaki. Sementara kampanye sehat imunisasi meliputi pemetaan status imunisasi, pemberian rekomendasi, dan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap bagi anak usia sekolah.

Sasaran program revitalisasi UKS melalui kampanye Sekolah Sehat mencakup siswa sekolah dasar (SD) di seluruh Indonesia, pendidik dan tenaga kependidikan, tim pembina dan pelaksana UKS, orang tua, serta masyarakat. Kampanye Sekolah Sehat dimulai dari SD dan selanjutnya akan diperluas ke jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau sekolah sederajat.

photo
Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. - (ANTARA/Aprillio Akbar)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement