REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Bareskrim Polri mengusulkan kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menghapus semua konten promosi terkait lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sebab, konten promosinya masih berseliweran di media sosial meski izin lembaga filantropi itu sudah dicabut.
Penyidik TP Madya TK III Bareskrim Polri Kombes Polisi Eka Mulyana mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan kasus penyelewengan ACT, diketahui lembaga itu melakukan promosi masif di media sosial agar masyarakat mau memberikan donasi. Masalahnya, ACT hanya punya tiga izin, tapi rekening yang dipromosikan sampai ratusan.
"Ternyata dari Kemensos hanya ada tiga izin, dan dari satu izin itu satu rekening. Tapi yang diamplifikasi oleh ACT itu rekeningnya macam-macam, bahkan sampai ratusan rekening," kata Eka seusai bertemu sejumlah perwakilan lembaga yang terlibat dalam tim khusus pengawas lembaga filantropi di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Beberapa waktu lalu, Kemensos telah mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) lembaga ACT. Artinya, semua rekening ACT sudah tak berizin.
Karena itu, Eka mengusulkan agar Mensos Risma berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk menghapus semua konten promosi ACT di jagat maya. "Kominfo juga bisa langsung melaksanakan giat take down terhadap rekening-rekening yang tidak terdaftar di Kemensos," ujarnya.
Merespons usulan itu, Mensos Risma mengaku akan mengadakan rapat dengan Kominfo dalam pekan ini. "Ini memang harus cepat," kata Risma dalam kesempatan sama.
Untuk diketahui, Kemensos mencabut izin lembaga ACT karena kedapatan menggunakan 13,7 persen dana donasi untuk kebutuhan operasional. Padahal, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan hanya memperbolehkan penggunaan dana donasi untuk operasional paling banyak 10 persen.
Di sisi lain, Polri juga tengah menyidik kasus dugaan penyelewengan dana berjumlah puluhan miliar rupiah di ACT. Sejauh ini, empat pimpinan lembaga itu sudah dijadikan tersangka. Polisi menyatakan, empat tersangka menggunakan dana donasi untuk gaji mereka yang besar, dan untuk sejumlah perusahaan serta kegiatan yang tak sesuai peruntukan.