REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua, mengatakan reformasi Polri jilid 2 atau mengevaluasi pembentukan Satgasus tidak akan serta merta memperbaiki citra kepolisian. Karena menurut Abdullah, permasalahannya ada pada eksistensi institusi Polri itu sendiri.
“Menghilangkan eksistensi Satgasus, tidak otomatis memperbaiki citra kepolisian. Sebab, eksistensi institusi Polri itu sendiri yang salah. Sebab, pembentukan Satgasus itu sendiri dilakukan oleh Kapolri. Dan apakah kapolri berani lakukan hal tersebut tanpa sepengetahuan presiden ?” tanya Abdullah, Rabu (10/8).
Abdullah justru menyarankan agar keberadaan institusi Polri tidak lagi di bawah Presiden melainkan berada di Kementerian Dalam Negeri. Praktik ini, kata ia, sudah dilakukan oleh mayoritas negara-negara di dunia.
“Jadi hemat saya, pertama, kepolisian ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri, seperti yang berlaku di mayoritas negara-negara di dunia,” ujar Abdullah Hehamahua.
Kedua, anggota polisi tidak lagi memiliki senjata karena institusi adalah institusi sipil, bukan militer. Mereka cukup dilengkapi tongkat seperti di negara lain di dunia. “Senjata mereka yang ada sekarang diserahkan ke TNI,” tuturnya.
Ketiga, rekrutmen anggota polisi dilakukan sebagaimana dengan proses pengadaan PNS/ASN. Bila perlu, rekrutmennya sama seperti rekrutmen pegawai KPK. “Demikian pendapat saya,” tutupnya.