REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menilai pemerintah kurang sosialisasi dan koordinasi sehingga memicu protes serta unjuk rasa pelaku pariwisata terkait kebijakan kenaikan tiket Pulau Komodo, Labuan Bajo. Hariyadi mengakui PHRI ikut menandatangani surat penolakan kebijakan pemerintah terhadap kawasan Pulau Komodo.
“Jadi kemarin, mohon maaf ada kericuhan (unjuk rasa) di sana dimana PHRI juga ikut tandatangan. kita luruskan, maksud kita tidak seperti itu. Sebetulnya kami ingin koordinasi (pemerintah) yang lebih baik,” ujar Hariyadi di Kota Bogor, Sabtu (6/8/2022).
Hariyadi menyebut, dari sisi kebijakan tarif baik sejauh dipergunakan untuk mendukung konservasi kawasan Pulau Komodo. Sebab ada konsep konservasi untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar.
“Lebih longgarnya ada di Pulau Rinca. Tapi kemarin Pulau Rinca ini ditutup, lalu juga perairan Pulau Komodo juga ditutup. Harusnya daratnya ditutup, tapi perairannya boleh. Hal-hal ini yang perlu kita luruskan, terkait koordinasi,” sebutnya.
Ke depan, Hariyadi, berharap agar sosialisasi dan koordinasi tetap dikedepankan dalam sebuah kebijakan pemerintah sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dan berujung penolakan. Sebab yang diperhatikan pihaknya ialah kurangnya komunikasi dan sosialisasi yang kurang terencana dengan baik.
Ia pun menegaskan, pihak pariwisata berharap pelayanan kepada pariwisata tidak terganggu. “Jadi saya rasa mudah-mudahan ada koordinasi, karena kami juga memahami terkait konservasi tetapi pelaku usaha juga perlu menggerakan ekonomi. Jadi sudah dipikirkan secara matang, tetapi tadi kurang koordinasi dalam pelaksanaan,” imbuhnya.