REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus 'Jin Buang Anak', Edy Mulyadi mengungkapkan protesnya saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Muhammad Asep selaku ahli digital forensik dari Mabes Polri. Edy menganggap Asep tak akan objektif dalam memberikan keterangan.
Awalnya, tim penasihat hukum Edy melontarkan keberatan atas keterangan yang akan disampaikan Asep. Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan ahli itu, sempat terjadi debat soal keabsahan kesaksian Asep.
"Ahli itu prinsipnya objektif, saya ragukan kesaksiannya karena masih satu institusi (Polri)," kata Edy dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (2/8/2022).
Hakim Ketua, Adeng AK berusaha menenangkan situasi. Ia menjamin keberatan dari kubu Edy Mulyadi akan menjadi catatan tersendiri bagi majelis hakim.
"Kembali ke KUHAP saja. Majelis (hakim) jangankan keberatan, tapi bisa tidak menganggap kesaksian ahli. Saksi ketika diajukan harus didengar, soal kesaksian gimana majelis yang menilai," ujar Adeng.
Seusai sidang, Edy menegaskan menghiraukan keterangan Asep. Ia menganggap keterangan Asep tak layak jadi pertimbangan hakim. "Keterangan (Asep) tidak perhatikan lagi. Saya abaikan, karena secara keseluruhan saya menolak keterangan tersebut," ujar Edy.
Edy juga meyakini latar belakang Asep yang berhubungan dengan kepolisian membuat keterangannya sulit berbeda dari arahan atasannya. "Saya berinteraksi dengan polisi-polisi dari mulai pangkat rendah sampai atasan. Dan saya bagaimana bisa menilai hubungan atasan bawahan di kepolisian. Itu enggak ada enggak siap, pasti siap. Enggak ada (bawahan) bilang wah enggak bisa, pasti siap," sebut Edy.
Edy menyimpulkan keterangan Asep tak bisa memenuhi unsur objektivitas. "Jadi, walaupun teorinya independen objektif segala macam, praktiknya tidak bisa. Pas komandan pimpinan mengarahkan begini begitu dan sebagainya. Saya menyatakan menolak (keterangan Asep)," kata Edy.
Pada perkara ini, Edy didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks. Pernyataan Edy diangggap bisa memantik keonaran di tengah masyarakat.
JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar pasal tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Diketahui, eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut tempat jin buang anak. Pernyataan Edy memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan.