REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus dugaan korupsi PT ASABRI, Teddy Tjokrosaputro membantah keterlibatannya dalam perkara tersebut. Ia menyatakan namanya digunakan menjadi nominee saham tanpa sepengetahuannya.
Hal tersebut disampaikan Teddy dalam sidang dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan pada Senin (18/7/2022) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Adik dari Benny Tjokro itu memaparkan sejumlah poin pembelaan.
Teddy menegaskan tidak pernah menyediakan akun saham dan melakukan pembukaan rekening efek di sekuritas yang melakukan transaksi saham dengan ASABRI ataupun Manajer Investasi Pengelola Reksadana milik ASABRI. Menurutnya hal ini sesuai keterangan saksi ahli BPK yang menyatakan dirinya bukanlah pihak terkait dalam kasus Asabri.
"Saya hanya dijadikan nominee dalam transaksi saham yang menggunakan namanya," kata Teddy dalam persidangan tersebut.
Teddy menyinggung tidak terdapat atribusi kerugian negara yang menjadi tanggungjawab dirinya. Kemudian, lanjut Teddy, satu-satunya transaksi yang menggunakan akun nominee atas nama Teddy hanyalah transaksi jual saham RIMO pada tanggal 1 Agustus 2019 ke Asia Raya Kapital senilai Rp 347.150.000.
"Ini sesuai keterangan yang tertera dalam analisis yuridis surat tuntutan," sebut Teddy.
Dalam periode 2012-2022, Teddy mengalami kerugian sebesar Rp 79 miliar dalam proyek RIMO karena disitanya ketiga aset miliknya. Lalu terjadi penyitaan semua saham RIMO milik Teddy (nilai 127 miliar) dan beberapa aset pribadi milik Teddy (nilai 20 M). Sedangkan Teddy hanya pernah menjual saham RIMO miliknya sebesar Rp 20,8 miliar.
"Sehingga investasi pada proyek RIMO tidak memberikan keuntungan kepada Teddy melainkan sebaliknya, malah rugi," ujar Teddy.
Selain itu, Teddy merasa tuntutan JPU sangat berat. Menurutnya, tuntutan itu tidak adil karena ini adalah tuntutan tertinggi dibandingkan semua terdakwa kasus korupsi ASABRI sebelumnya.
"Sedangkan sesuai keterangan dari ahli BPK yang menyatakan bahwa tidak adanya atribusi kerugian negara yang menjadi tanggungjawab Teddy," ucap Teddy.
Sebelumnya, Teddy dituntut bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahaan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Lalu mengenai perbuatan pencucian uang tersebut, Teddy dituntut bersalah melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU menuntut Teddy dengan pidana penjara 18 tahun, pidana denda Rp 5 miliar subsidiair 1 tahun penjara dan pidana tambahan 20,8 miliar subsidiair 7 tahun.