REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Menjelang Pipres 2024 ruang publik diduga kuat dikuasai kartel dan oligarki pemilik modal, menutup lebih banyak ruang bagi siapa saja untuk berpartisipasi, terutama partai baru atau pemain baru.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tulus Warsito, menyatakan berbagai lembaga survei yang mengaduk isi perut calon pemilih untuk dilaporkan dalam grafik elektabilitas, melainkan juga calon pemilih atau masyarakat secara luas mulai menggeliat ikut-ikutan menerawang siapa kira-kira bakal calon pemimpin mereka ke depan.
“Walaupun hanya menerawang rupanya tidak mudah untuk membuat hasil terawangan yang tegas,” ujar dia, dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Moeldoko Center, Rabu (6/7/2022).
Dia mengatakan masyarakat menyadari bahwa tidak mudah untuk memberi alasan mengapa tokoh pujaannya sebagai yang paling pantas untuk memperoleh kemenangan, mengapa yang lain dianggap sebagai pecundang.
Menurut dia, selain kehendak Tuhan, tentu ada sejumlah peran manusia yang langsung maupun tidak langsung memberikan kelayakan kemungkinan munculnya bakal calon presiden, dan menjadikannya sebagai yang terpilih dalam Pilpres 2024.
Dia mengatakan, semua orang juga tahu bahwa selain sejumlah prasyarat normatif dan sosiologis sebagai bakal calon ada prasyarat istimewa yang harus dipenuhi sebelum memasuki arena pemilihan.
Dukungan finansial dan kolegial dari para pemilik modal, para bohir, baik yang di dalamlingkaran partai maupun (terutama) dunia usaha yang menguasai lapangan, menjadi topik pembicaraan yang hangat.
Da menyatakan sangat mudah diyakini bahwa tak mungkin siapapun yang maju dalam arena Pilpres 2024 ini yang tidak peduli terhadap ongkos permainannya. Untuk mengatur para pendukungnya pun, termasuk relawan pun, perlu biaya. Atributnya, mobilisasinya, logistiknya, dan lain sebagainya.
Prof Tulus mengatakan, mulailah orang memasukkan sejumlah pihak atau nama orang dalam terawangan pilihan calon Presiden mereka.
Orang mulai mempertanyakan siapa yang paling punya kuasa untuk memunculkan balon calon dan memenangkannya dalam pemilihan.
Ada yang menyebut ketua umum partai politik, ada yang menyinggung sejumlah tokoh pengusaha, para naga sampai unta.
Di samping menyinggung sejumlah oligar dengan berbagai versi, Prof Tulus memberikan pandangan masyarakat juga mulai risih dengan kemungkinan munculnya calon ‘ratu’ di Indonesia.
Lebih lanjut, Prof Tulus juga memberikan pandangan akademik berbagai strategi organisasi dan sinergi dari berbagai pihak pemerintah dan swasta dalam membangun relasi masyarkat. Program acuan ini sebagai poros demokrasi dalam negara republik dalam menjaga persatuan dan kesatuan anak bangsa
“Konsep dasar Republik dan Demokrasi milik massa yang terepresentasi ketika suara satu golongan lebih keras dari yang lain, ia akan memenangkannya dan membawa kepada tirani dan oligarki. Hal inilah yang menjadi analogi Socrates memunculkan banyak pilihan rakyat untuk memilih pemimpin melindungi kedaulatan rakyat dan demokrasi ” ujarnya.