Rabu 06 Jul 2022 03:05 WIB

Kebijakan dan Kualitas Rawat Inap Standar di BPJS Kesehatan Perlu Diperbaiki

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam penerapan KRIS

Rep: amri amrullah/ Red: Hiru Muhammad
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menghapus kelas 1, 2, dan 3 dan menggantikannya ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Petugas melayani warga di loket BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (17/6/2022). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana menghapus kelas 1, 2, dan 3 dan menggantikannya ke Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Implementasi penerapan BPJS Kesehatan kelas standar mendapat kritik dan masukan dari para anggota Komisi IX DPR RI. Terkait hal ini, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI dan DJSN bersama BPJS Kesehatan mempersiapkan secara komprehensif kebijakan dan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai implementasi UU Sistem Jaminan Sosial.

Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene menyampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam penerapan KRIS, antara lain dibuatnya peta jalan pemenuhan sarana prasarana rumah sakit sesuai indikator KRIS. "Jangan sampai implementasi KRIS terhadap pembiayaan, kualitas pelayanan kesehatan, tarif rumah sakit dan iuran peserta JKN memberatkan masyarakat. Poin ini harus menjadi perhatian pemerintah sebelum menerapkan KRIS," katanya Selasa (5/7/2022).

Baca Juga

Hal senada, Anggota Komisi IX DPR RI Dewi Asmara mengingatkan dalam menerapkan implementasi KDK dan KRIS perlu mempertimbangan kesiapan keseluruhan sistem. Persiapan bukan hanya infrastruktur dan sumber daya manusia.

\"Jangan sampai implementasi KRIS menurunkan kualitas pelayanan JKN. Contoh dari dua rumah sakit yang diujicobakan saat ini, kekurangan tempat tidur dan memperpanjang proses antri dan kerugian,\" ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan terkait rencana penerapan rawat inap standar pada program Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN). Ia menjelaskan implementasi KRIS JKN telah diamanatkan di dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Dalam UU SJSN ini, kemudian diatur lebih lanjut dan diturunkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut Ali, berdasarkan Perpres 64 Tahun 2020 tersebut, alasan perlu diterapkannya KRIS JKN adalah agar BPJS bisa keluar dari jebakan defisit.

\"Defisit lebih dari Rp50 triliun. Makanya mengakibatkan persoalan rumit. Dibikin Perpres (64 Tahun 2020) dan harus cepat selesai. Dalam Pasal 54A, eksplisit jelas disebutkan, berkelanjutan program pendanaan KRIS agar tidak defisit. Sekarang (BPJS Kesehatan) sudah tidak defisit,\" jelasnya.

Karena itu, Ali menambahkan persoalan mengenai KRIS JKN saat ini digeser peruntukannya. Bukan lagi untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan, tapi untuk perbaikan mutu layanan kesehatan di Indonesia.

Dalam penerapan layanan BPJS Kelas Standar, diakui dia, banyak sekali persoalan yang harus diperhitungkan dan dikonsepkan dengan matang. Salah satunya besaran tarif yang dibayarkan BPJS Kesehatan ke fasilitas kesehatan akan menjadi dobel.

Sebagaimana diketahui, kelas standar mulai diuji coba di lima RS vertikal milik Kemenkes pada awal bulan ini. Menteri Kesehatan Budi Gunawan menjelaskan, 50 persen RS vertikal akan mulai mengimplementasikan kelas standar pada paruh kedua tahun depan.

Kemudian pada paruh kedua, diharapkan 100 persen RS milik Kemenkes menerapkan kelas standar, 30 persen di RS lainnya termasuk RSUD, RS TNI dan Polri, dan milik swasta.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement