REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kasus 'jin buang anak' dengan terdakwa Edy Muladi, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (28/6). Namun, dalam persidangan kali ini, Hakim ketua Adeng AK meragukan keterangan saksi inspektur tambang Kementerian ESDM Mei Chidayanto dalam lanjutan persidangan kasus 'Jin Buang Anak' yang menjerat Edy Mulyadi.
Dia menganggap, saksi kurang memahami duduk perkara yang ditanyakan. Chidayanto mulanya mengklaim, tidak ada lubang tambang di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Kaltim berdasarkan data citra satelit yang dimilikinya.
Dia mengaku, belum pernah mendengar adanya lubang tambang di IKN sebagaimana menurut Edy Mulyadi. Namun, pengakuan tersebut menuai keraguan Majelis Hakim.
"Kan tugas inspektur mengawasi, bagaimana melakukan pengawasan, saya jadi ragu kalau saudara bilang di lokasi IKN tidak ada (lubang tambang), kan logikanya nggak gitu, apakah selama saudara bekerja saudara itu pantau satelit atau turun ke lapangan. Saudara sudah disumpah kan ya," kata Adeng.
Adeng merasa janggal dengan kesaksian Chidayanto soal tak ada lubang tambang di IKN. Dia lantas mencecar Chidayanto apakah pernah meninjau langsung lokasi lubang tambang yang dimaksud.
"Maksud saya saudara kan dari citra satelit itu apakah saudara pernah lihat ke lapangan? Khususnya ada lubang tambang nggak yang masih menganga saudara lihat nggak? Pernah ke lapangan nggak lihat lubang?" cecar Adeng.
"Pernah," jawab Chidayanto.
"Di daerah mana?" tanya Adeng lagi.
"Di Kutai Kertanegara, Berau, Samarinda sendiri ada," jawab Chidayanto.
Adeng juga menanyakan soal kondisi tambang yang sudah tak digunakan. Dia meminta, Chidayanto memberi jawaban pasti soal status lubang tambang disana.
"Itu by proses pak, artinya itu kalau misalkan ada ketersediaan lubang terus kan ada proses penutupan kembali berdasarkan area yang lain yang masih potensi, nanti setelah ditimbun baru direvitalisasi sesuai dengan dokumennya," ujar Chidayanto.
"Baik, saya hanya memastikan soalnya saya hanya khawatir saudara katakan hanya berdasarkan citra-citra (satelit) saja," ucap Adeng.
Selain itu, Adeng menyoal kepastian citra satelit yang digunakan oleh Chidayanto. "Untuk memastikan citra satelit ini dipastikan dengan peta digital apa gimana? Patokannya apa?" tanya Adeng.
"Wilayah inti pemerintahan di IKN itu," jawab Chidayanto.
"Jelas ya itu di peta digital?" tanya Adeng kembali.
"Jelas. Wilayah inti IKN tidak ada aktivitas," jawab Chidayanto.
Pada perkara ini, Edy didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks. Pernyataan Edy diangggap bisa memantik keonaran di tengah masyarakat.
Sehingga JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
Diketahui, eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut tempat jin buang anak. Pernyataan Edy sontak memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan.