REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus "Jin buang anak" Edy Mulyadi menuding Jaksa Penuntut Umum (JPU) sengaja menebar sejumlah pasal dalam dakwaan demi memenjarakannya. Edy merasa heran dengan pasal-pasal yang ditujukan kepadanya.
Dalam sidang pemeriksaan saksi hari ini, Edy menyayangkan JPU yang tak bisa menghadirkan semua saksi pelapor. Ia menyebut JPU sudah ingkar janji soal rencana menghadirkan saksi.
"Rencana ada delapan yang akan dihadirkan oleh JPU, agenda sidang kali ini adalah saksi pelapor, tapi ternyata dari lima saksi yang hadir kali ini tidak semuanya saksi pelapor, ada beberapa yang bukan saksi pelapor. Itu artinya JPU sudah mengingkari janjinya," kata Edy kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (14/6).
Edy juga menyoroti saksi Sivianus Tri Rumiansyah Tului yang hanya mempersoalkan pernyataan "Jin buang anak". Ia mendapati saksi Sivianus tak keberatan atas pernyataannya soal proyek Ibu Kota Negara (IKN).
"Yang dipersoalkan yang membuat mereka marah itu adalah kalimat tempat 'jin buang anak'. Terkait dengan itu maka semestinya dakwaan jaksa yang menampilkan enam video saya yang sama sekali tidak berbicara tempat jin buang anak itu tidak relevan," ujar Edy.
Edy mengkritisi dakwaan JPU yang begitu tebal kepadanya. Ia menilai sebagian dakwaan JPU mengada-ngada karena tak sesuai pokok perkara yang dipermasalahkan salah satu saksi pelapor. "Ini sekali lagi menunjukan bahwa yang dia persoalkan kalimat tempat jin buang anak, bukan soal IKN-nya," ucap Edy.
Oleh karena itu, Edy menuding JPU sedang bermain-main pasal. Ia mengibaratkan JPU sebagai pemancing yang coba menjeratnya dengan berbagai pasal.
"Kalau melihat dakwaan 3.13 halaman, dengan lampiran 995 halaman yang total semuanya 1.313 halaman, ini bisa nggak bisa anda tahu disitu ada 5,6 pasal. Kalau kita suka mancing, bawa joran itu bawa 7 joran, supaya kalau yang satu nggak dapat, yang ini dapat gitu loh ada yang dapat jadi nampaknya JPU sengaja menyebar banyak pasal supaya nanti ada yang nyangkut," ungkap Edy.
Pada perkara ini, Edy didakwa menyebarkan berita bohong alias hoaks. Pernyataan Edy diangggap bisa memantik keonaran di tengah masyarakat.
Sehingga JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
Diketahui, eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang disebut tempat jin buang anak. Pernyataan Edy sontak memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan. Rizky Suryarandika