Rabu 15 Jun 2022 11:41 WIB

Hendak Sholat, Siswa 13 Tahun Dikeroyok Temannya Hingga Meninggal

Sembilan anak dilaporkan dalam kasus penganiayaan yang memilukan itu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) sangat menyesalkan terjadinya kasus penganiayaan terhadap seorang siswa madrasah tsanawiyah (MTs), usia 13 tahun hingga menyebabkan korbannya meninggal dunia. Sembilan anak menjadi terlapor dalam kasus penganiayaan yang terjadi di Kotamogabu, Sulawasi Utara, tersebut.

“Kami berduka seorang anak meninggal akibat kasus penganiayaan di lingkungan sekolah oleh teman-teman korban sendiri. Kasus ini sangat menyedihkan, korban mendapatkan kekerasan di lingkungan yang sepatutnya aman dan jauh dari tindak kekerasan,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam keterangan pers, Rabu (15/6/2022).

Baca Juga

Bintang berharap penanganan kasus ini dapat dilakukan untuk memberikan rasa keadilan terhadap korban. Kemudian, anak sebagai terlapor dapat terpenuhinya haknya yang berhadapan dengan hukum (ABH) selama proses hukum berlangsung.

Bintang mengingatkan, satuan pendidikan adalah lingkungan yang ramah terhadap anak, melindungi anak, inklusif, serta nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi, dan psikososial anak. "Pengelola satuan pendidikan harus memastikan bahwa sekolah jauh dari tindakan kekerasan dan diskriminasi dalam bentuk apapun," ujar Bintang.

Bintang mendesak pihak yang terlibat dalam pengelolaan satuan pendidikan bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak anak dalam lingkungan sekolah terpenuhi. "Jangan menunggu ada kasus kekerasan barulah pengelola satuan pendidikan menyadari perlunya melakukan pengawasan," kata Bintang.

 

Kasus penganiayaan tersebut terjadi saat korban akan ke mushala untuk sholat. Korban ketika masuk ditangkap dan dibanting ke lantai oleh teman-temannya. Kedua tangan korban dipegang-pegang, wajah ditutup dengan sajadah dan tubuhnya ditendang.

"Setelah peristiwa penganiayaan tersebut korban sempat dibawa ke rumah sakit di Manado, namun tidak tertolong lagi. Korban meninggal dunia pada 12 Juni 2022," kata Bintang.

Sementara itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar mengatakan, saat ini ada sembilan anak terlapor yang menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kepolisian Resor Kotamobagu. Kesembilan anak tersebut didampingi oleh pekerja sosial, advokat, dan psikolog anak.

 

“Kemen-PPPA terus melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulawesi Utara untuk melakukan pendampingan baik dalam proses visum dan otopsi korban dilakukan hingga penanganan hukum para terlapor anak,” kata Nahar.

Tim SAPA 129 Kemen-PPPA selanjutnya berkoordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Utara dan UPTD PPA Kotamobagu dalam melakukan case conference terkait dengan kasus tersebut.

Nahar mengatakan, proses pemeriksaan terlapor dapat segera menemukan pelaku  penganiayaan tersebut. Apabila tersangka sudah ditetapkan, maka penanganan hukum terhadap pelaku anak berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), termasuk menjamin bahwa dalam proses peradilan pidana, anak berhak untuk tidak dipublikasikan identitasnya.

Kemen-PPPA juga mendesak kepolisian untuk mendalami semua pihak yang terlibat dalam kasus ini termasuk setiap orang yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dan jika memenuhi unsur Pasal 76C UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dapat diancam sanksi hukum sesuai Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement