Selasa 14 Jun 2022 18:56 WIB

Wabup Bogor Mengaku tak Tahu Ada Arahan Pengumpulan Dana Dari SKPD

Wabup Bogor mengaku dicecar 20 pertanyaan oleh penyidik KPK soal kasus Ade Yasin.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus raharjo
Tersangka Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin berjalan memasuki gedung saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/6/2022). Ade Yasin diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat untuk pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021 agar mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan nilai total suap Rp1,024 miliar.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Tersangka Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin berjalan memasuki gedung saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (13/6/2022). Ade Yasin diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada anggota tim audit BPK Perwakilan Jawa Barat untuk pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor Tahun Anggaran 2021 agar mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan nilai total suap Rp1,024 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Bupati Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan mengaku tidak mengetahui soal pengumpulan dana dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pengumpulan dana diduga dilakukan atas perintah Bupati Bogor Ade Yasin.

Uang terkumpul itu kemudian digunakan untuk menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Barat (BPK Jabar). "Enggak, enggak," kata Iwan Setiawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Baca Juga

Iwan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus yang menjerat Ade Yasin. Dia diperiksa sekitar tujuh jam oleh penyidik KPK. Dia mengaku, penyidik juga tidak menanyakan perihal pengumpulan dana dari SKPD kepada dirinya.

Dalam pemeriksaan kali ini, Iwan mengaku dicecar sekitar 20 pertanyaan. Dia mengatakan, penyidik mengonfirmasi terkait tugas pokok dan fungsi sebagai Wakil Bupati Bogor. Juga berkenaan dengan pelaporan BPK Jabar dalam kasus tersebut.

"Kan saya yang apa ya tugas sebagai wabup ya membantu bupati, menyampaikan apa sih, ke BPK kan saya, itu saja," katanya.

Iwan juga membantah mengenal para auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor. Dia juga mengaku tidak pernah melakukan pertemuan atau komunikasi tertentu kepada auditor BPK yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Sebelumnya, KPK meyakini uang suap yang digunakan tersangka Ade Yasin berasal dari beberapa SKPD Pemkab Bogor. Dana itu lantas dimanfaatkan untuk menyuap auditor BPK Jabar. Hal tersebut kemudian dikonfirmasi KPK dengan memeriksa sejumlah saksi beberapa waktu lalu.

Dalam kasus ini KPK menetapkan delapan tersangka termasuk Ade Yasin. Sedangkan, tujuh tersangka lainnya yakni Sekretaris Dinas PUPR, Maulana Adam; Kasubid Kas Daerah BPKAD, Ihsan Ayatullah dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR, Rizki Taufik sebagai pemberi suap.

Sedangkan tersangka penerima suap yakni sejumlah pegawai BPK Jawa Barat seperti Kasub Auditorat Jabar III / Pengendali Teknis, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor, Arko Mulawan dan dua orang pemeriksa, Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah.

Sebelumnya, mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring OTT KPK. Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp 1,024 miliar, terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta.

Suap diberikan agar pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat. Selanjutnya BPK Perwakilan Jawa Barat menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2021 milik Pemkab Bogor.

BPK melakukan audit mulai Februari hingga April 2022. Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh Ade Yasin melalui Ihsan dan Maulana pada tim pemeriksa dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement