Senin 13 Jun 2022 18:59 WIB

MA Jelaskan Alasan Tolak Kasasi Vonis Bebas Samin Tan

Komunikasi tidak dapat dijadikan pertimbangan saksi diperintah terdakwa.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan menunjuk sambil berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/8/2021). Samin Tan divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta karena tidak terbukti melakukan suap Rp5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dalam kasus permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi III di Kalimantan Tengah.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan menunjuk sambil berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/8/2021). Samin Tan divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta karena tidak terbukti melakukan suap Rp5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dalam kasus permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi III di Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memberi penjelasan mengenai penolakan kasasi yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait vonis bebas bos PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM) Samin Tan. Sebab berkat putusan itu, MA memperkuat putusan bebas Samin Tan.

MA meyakini alasan kasasi Penuntut Umum KPK tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum. MA meyakini judex facti telah mengadili terdakwa dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku

Baca Juga

serta tidak melampaui kewenangannya.

"Alasan kasasi penuntut umum pada pokoknya mengenai judex facti tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya karena judex facti dalam mempertimbangkan unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum yang kemudian menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengutip resume kasasi itu, Senin (13/6/2022).

Dalam resume itu didapati bahwa dari keterangan para saksi dan terdakwa dihubungkan barang bukti diperoleh sejumlah fakta. Pertama, PT Asmin Koalindo Tuhub (PT AKT) dengan SK Kementrian ESDM Nomor: 3174/30/MEM/2017 tanggal 19 Oktober 2017 telah dilakukan pengakiran (terminasi) PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara), yang akibatnya PT AKT tidak bisa lagi menambang dan menjual hasil tambang batubaranya.

Kedua, karena beban moral atas nasib 4.000 karyawannya, maka terdakwa telah melakukan beberapa langkah antara lain melakukan upaya hukum dengan menggugat SK Kementrian ESDM melalui PTUN Jakarta namun kalah di tingkat kasasi. Ketiga, selain mengajukan gugatan hukum melalui PTUN, terdakwa juga menemui koleganya yaitu saksi Melchias Marcus Mekeng yang kala itu menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Terdakwa menceritakan kepada saksi Melchias Marcus Mekeng tentang terminasi PT AKT oleh Kementrian ESDM. Kemudian Melchias Marcus Mekeng mengenalkan terdakwa dengan saksi Eni Maulani Saragih dan meminta Eni Maulani Saragih yang juga anggota DPR dari Fraksi Golkar untuk menanyakan kepada Kementrian ESDM tentang terminasi PT AKT.

Lalu, atas permintaan Melchias Marcus Mekeng tersebut, Eni Maulani Saragih bersama Melchias Marcus Mekeng dan terdakwa menemui Menteri ESDM Ignatius Jonan menanyakan tentang terminasi PT AKT. Ignatius Jonan mengatakan tetap akan menempuh jalur hukum sampai dengan mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Bahwa diantara waktu mengurus PT AKT tersebut, Eni Maulani Saragih pernah menyampaikan kepada Melchias Marcus Mekeng, bahwa Eni Maulani Saragih membutuhkan uang yang banyak dalam rangka membiayai pencalonan suaminya sebagai Bupati Temanggung. Kemudian antara Mei-Juni 2018, Eni Maulani Saragih menerima uang dari saksi Nenie Afwani dan saksi Indri Savatri Purnama Sari, uang diterima Tahta Maharaya selaku tenaga ahli Eni Maulani Saragih di DPR.

Uang yang diterima keseluruhannya berjumlah Rp 4 miliar," ujar Andi. Dari fakta pula terungkap, terdakwa dan Eni Maulani Saragih sama-sama menyatakan tidak ada deal atau kesepakatan tentang pemberian uang sejumlah Rp 4 miliar. Saksi Nenie Afwani, Indri Savatri Purnama dan Tahta Maharaya juga tidak memberikan keterangan pasti untuk apa uang diberikan kepada Eni Maulani Saragih.

Hanya saja, Eni Maulani Saragih sempat mengirim ucapan terimakasih melalui WA kepada terdakwa atas uang sejumlah Rp 4 miliar, namun pesan tersebut tidak ditanggapi terdakwa. "Bahwa berkait dengan WA dari saksi Eni Maulani Saragih, saksi Nenie Afwani selalu mengkomunikasikan dengan terdakwa. Termasuk permintaan tambahan dari Saksi Eni Maulani Saragih yang Nenie Afwani tidak tahu maksudnya. Di persidangan tidak terungkap mengenai asal usul uang dan pertuntukan uang yang diberikan Nenie Afwani kepada Tahta Maharaya," ucap Andi.

Bahwa berdasarkan fakta tersebut, karena dakwaan pertama Penuntut Umum Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang PTPK juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, pasal tersebut merupakan delik penyuapan yang mensyaratakan adanya kesepakatan antara pemberi dan penerima suap. Sedangkan dalam perkara ini antara terdakwa dengan Eni Maulani Saragih terkait dengan pemberian uang sejumlah Rp 4 miliar tidak terungkap apakah Nenie Afwani telah diperintah oleh terdakwa untuk memberikan uang kepada Eni Maulani Saragih.

Meski setiap komunikasi yang disampaikan selalu dikomunikasi dengan terdakwa, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan saksi Nenie Afwani telah diperintah terdakwa untuk memberikan uang kepada saksi Eni Maulani Saragih.

"Dengan demikian, putusan judex facti yang membebaskan terdakwa dari semua dakwaan telah tepat dan benar. Alasan kasasi PU selebihnya tidak dapat dibenarkan mengenai mengenai penilaian hasil pembuktian," tulis putusan kasasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement