REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan menggelar Rapat Asistensi Peningkatan Daya Saing Daerah melalui Kerja Sama di Bidang Ekonomi, yang memfokuskan pada pariwisata di kawasan Bromo Tengger Semeru (BTS), di Hotel Aria Gajayana (7/6/2022). Rapat dihadiri secara daring maupun luring oleh pejabat yang membidangi kerja sama di provinsi/kabupaten/kota di daerah yang menjadi daerah prioritas pariwisata (DPP) dan beberapa daerah lainnya, Kepala Bappeda dan Kepala Dinas Pariwisata di kawasan BTS.
Direktur Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Kerja Sama, Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos., M.Si. membuka Dalam paparannya Prabawa mengatakan, jika ingin mensejahterakan rakyat, maka kerja sama merupakan hal yang terelakkan. Jika ingin melakukan kerja sama maka harus melakukan 3 hal, yakni memiliki banyak teman, bermain yang jauh dan memanfaatkan teknologi.
"Selain itu juga, diperlukan kepedulian terhadap sekitar untuk menangkap permasalahan yang perlu diindentifikasi, dimana hal tersebut yang nantinya dapat dibuat peta kerjasamanya," katanya dalam keterangan pers, Kamis (9/6/2022).
Sub Koordinator Strategi Perancangan Destinasi Wilayah Tematik, Kemenparekraf, Mulyanto memaparkan, dalam pengembangan pariwisata Kemenparekraf memiliki 3 strategi yang dikenal dengan istiilah 3G.
"Yaitu pertama Gerak Bersama yakni Kemenparekraf bergerak bersama-sama memanfaatkan semua potensi untuk membangkitkan dan mempertahankan industri pariwisata; kedua Garap Semua Potensi Lapangan Usaha yakni Gaspol diimplementasikan oleh Kemenparekraf melalui berbagai program kerja yang diharapkan dapat menggarap semua potensi sehingga mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat, dan ketiga Gerak Cepat yakni Kemenparekraf bergerak cepat memberikan bantuan insentif yang berpihak kepada Pelaku Usaha Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu," kata dia.
Dalam rapat tersebut juga dibahas, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam proses pembentukan kesepakatan bersama dan PKS di kawasan Bromo Tengger Semeru (BTS), antara lain:
Daerah di kawasan BTS tidak memiliki plafon kerja sama dalam bidang perencanaan dan anggaran. Selanjutnya, kurangnya dukungan anggaran pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dalam pengembangan kawasan BTS .
Permasalahan lain, Kawasan Bromo yang dikenal hanya Probolinggo. Selain itu, Tidak adanya event pariwisata bergilir di kawasan BTS untuk memperkenalkan seluruh daerah di kawasan BTS. Terakhir, masih adanya ego daerah yang mengesampingkan peningkatan ekonomi suatu kawasan,
Dengan adanya beberapa permasalahan tersebut diatas, maka Kemendagri dalam hal ini akan melakukan koordinasi dan fasilitasi guna menyamakan persepsi kerja sama di Kawasan BTS dengan mendukung lahirnya kesepakatan bersama dan Perjanjian Kerja Sama di Kawsan BTS.